Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/04/2018, 19:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan mengusut tuntas kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, vonis 15 tahun penjara terhadap mantan Ketua DPR, Setya Novanto, justru menjadi dorongan bagi KPK untuk terus mengusut kasus ini.

"Kami lihat lebih lanjut siapa saja pihak-pihak lain yang masih harus mempertanggungjawabkan perbuatannya terkait proyek KTP elektronik," ujar Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Baca juga : KPK Siap jika Setya Novanto Ajukan Banding

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri DiansyahDYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah
KPK menduga, masih ada pihak lain yang bersama-sama melakukan korupsi dan mendapatkan keuntungan atau aliran dana dari proyek ini.

Selanjutnya, KPK akan mendalami peran pihak lain ini secara lebih rinci untuk pengembangan lebih lanjut.

"Tentu tidak bisa sebut nama. Tapi peran pihak lain akan ditelusuri. Cukup banyak ya, apa dari cluster politik, birokrasi ataupun swasta," ujar dia.

Baca juga : JK: Vonis 15 Tahun Novanto Warning bagi Pejabat Negara

Soal putusan 15 tahun penjara untuk Novanto, KPK mengapresiasinya. 

KPK mengapresiasi putusan vonis 15 tahun penjara terhadap Setya Novanto. Menurut Febri, hakim telah menunjukkan secara rinci berbagai pertimbangan dan kesimpulan yang sesuai dengan tuntutan dari KPK.

"Terutama dalam dugaan penerimaan 7,3 juta dollar Amerika Serikat. Ada jam tangan dan hukuman tambahan pencabutan hak politik selama lima tahun. Meskipun memang masih ada selisih satu tahun dibanding dengan tuntutan KPK yang 16 tahun," kata Febri.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengungkapkan, jaksa KPK akan mempelajari lebih lanjut putusan tersebut untuk segera dilaporkan kepada Pimpinan KPK.

Baca juga : Golkar Doakan Novanto Tabah Jalani Hukuman

Ia juga mengapresiasi seluruh pihak terkait yang telah bekerja keras mengusut kasus ini.

"Kami tahu kasus ini ditangani dalam kondisi KPK menghadapi sejumlah tantangan dan hambatan. Namun bisa selesai akibat kerja keras tim di penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan unit lain terkait," kata dia dalam keterangan tertulis.

Laode juga mengapresiasi dukungan publik terhadap KPK yang mengawal kasus ini.

Ia mengakui bahwa kasus ini memang telah merugikan masyarakat secara luas.

"Dukungan dan pengawalan publik sangat berharga bagi kami. KPK menyampaikan terima kasih juga kepada masyarakat. Karena kami sadar, kasus ini merugikan masyarakat luas," kata Laode.

Mantan Ketua DPR Setya Novanto divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Baca juga : Ekspresi Istri Setya Novanto Menanti Putusan Hakim...

Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara 15 tahun," ujar ketua majelis hakim Yanto saat membacakan amar putusan.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 16 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, majelis hakim mewajibkan Novanto membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.

Majelis hakim juga mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Hal itu sesuai tuntutan jaksa KPK.

Majelis hakim sepakat dengan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa Setya Novanto.

Kompas TV Selain divonis 15 tahun penjara, Setya Novanto wajib bayar kerugian negara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Nasdem Minta Mahfud MD Tak Campuri Urusan Pencapresan Anies

Nasdem Minta Mahfud MD Tak Campuri Urusan Pencapresan Anies

Nasional
Setelah PDI-P, PAN Akui Bakal Bertemu DPP Gerindra Senin Besok

Setelah PDI-P, PAN Akui Bakal Bertemu DPP Gerindra Senin Besok

Nasional
Ditanya soal Formula E yang Digelar Besok, Anies: Baiknya Bagaimana?

Ditanya soal Formula E yang Digelar Besok, Anies: Baiknya Bagaimana?

Nasional
Polisi Usut Perkosaan ABG 16 Tahun di Sulteng Diminta Utamakan Empati

Polisi Usut Perkosaan ABG 16 Tahun di Sulteng Diminta Utamakan Empati

Nasional
Ayah ABG 16 Tahun yang Diperkosa 11 Pria di Sulteng Ajukan Perlindungan ke LPSK

Ayah ABG 16 Tahun yang Diperkosa 11 Pria di Sulteng Ajukan Perlindungan ke LPSK

Nasional
Polisi Tangani Kasus ABG Diperkosa di Sulteng Diminta Tak Salahkan Korban

Polisi Tangani Kasus ABG Diperkosa di Sulteng Diminta Tak Salahkan Korban

Nasional
Tolak Ekspor Pasir Laut, Partai Buruh Singgung Kerugian Negara, Buruh dan Lingkungan

Tolak Ekspor Pasir Laut, Partai Buruh Singgung Kerugian Negara, Buruh dan Lingkungan

Nasional
Para Terduga Pelaku Pemerkosaan Gadis di Parigi Moutong Patut Dijerat Pasal Sangkaan Maksimal

Para Terduga Pelaku Pemerkosaan Gadis di Parigi Moutong Patut Dijerat Pasal Sangkaan Maksimal

Nasional
Bareskrim Bongkar Pabrik Ekstasi Jaringan Internasional di Perumahan Elit di Tangerang

Bareskrim Bongkar Pabrik Ekstasi Jaringan Internasional di Perumahan Elit di Tangerang

Nasional
Usai Bertemu Zulkifli Hasan, Megawati Persilakan PAN Lakukan Diskusi Internal

Usai Bertemu Zulkifli Hasan, Megawati Persilakan PAN Lakukan Diskusi Internal

Nasional
Usai Bertemu Megawati, PAN Mengaku Belum Mantap Usung Ganjar di Pilpres 2024

Usai Bertemu Megawati, PAN Mengaku Belum Mantap Usung Ganjar di Pilpres 2024

Nasional
Kapolri Atensi Kasus ABG 16 Tahun Diperkosa 11 Pria di Sulteng yang Disebut Polisi 'Persetubuhan'

Kapolri Atensi Kasus ABG 16 Tahun Diperkosa 11 Pria di Sulteng yang Disebut Polisi "Persetubuhan"

Nasional
Cawapres Anies Mengerucut Satu Nama, Nasdem Klaim Ketum Parpol Koalisi Perubahan Tak Resisten

Cawapres Anies Mengerucut Satu Nama, Nasdem Klaim Ketum Parpol Koalisi Perubahan Tak Resisten

Nasional
Eks Hakim Sebut Denny Indrayana Bisa Kena “Blacklist” MK Imbas Pernyataan soal Putusan Pemilu Tertutup

Eks Hakim Sebut Denny Indrayana Bisa Kena “Blacklist” MK Imbas Pernyataan soal Putusan Pemilu Tertutup

Nasional
Deklarasi Cawapres Anies Bakal Dilakukan Paling Lambat 16 Juli 2023

Deklarasi Cawapres Anies Bakal Dilakukan Paling Lambat 16 Juli 2023

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com