Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ray Rangkuti: Tidak Ada Mantan Koruptor yang Bertobat

Kompas.com - 20/04/2018, 11:37 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik Lingkar Madani, Ray Rangkuti, melihat, larangan mantan koruptor ikut dalam Pemilu Legislatif 2019 mampu memperkuat kepentingan publik dalam pemberantasan korupsi.

Menurut Ray, KPU telah berperan menjaga kualitas demokrasi sebagai pelaksana pemilu.

"Sebab, tujuan pemilu ini bukan hanya menjadikan seseorang sebagai penguasa. Tujuan pemilu itu ke depan untuk memastikan bahwa negara itu dikelola dengan orang-orang baik, bersih, dan antikorupsi," ujarnya di Sanggar Prathivi Building, Jakarta, Kamis (19/4/2018).

(Baca juga: KPU Siapkan Dua Opsi Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg)

Dengan demikian, larangan itu akan mengunci para caleg untuk bertanggung jawab terhadap kekuasaannya ketika berhasil terpilih.

Ia juga menganggap aturan tersebut membuat penyelenggaraan negara dari tingkat atas hingga tingkat bawah berjalan dengan baik.

"Agar pemilu melahirkan orang bersih dan tepercaya yang mampu mengelola indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari level tinggi sampai bawah, yang berintegritas untuk menciptakan masyarakat adil dan sejahtera," katanya.

Pencabutan hak politik

Ray juga memandang sanksi pencabutan hak politik bisa menjadi peringatan tegas bagi para politisi untuk menjauhi praktik korupsi.

(Baca juga: KPU Tidak Perlu Mundur soal Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg 2019)

Menurut dia, pencabutan tersebut bisa diterapkan jika politisi terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

"Mereka yang melakukan korupsi itu adalah menyangkut kejahatan terhadap hak publik. Nah, apa maksudnya? Rata-rata itu mereka menyalahgunakan kekuasaannya dalam rangka untuk korupsi," kata Ray.

Menurut dia, para mantan koruptor telah mengkhianati hak politik yang telah diberikan oleh rakyat.

Jadi, negara bisa melakukan pencabutan hak itu melalui mekanisme hukum yang berlaku.

(Baca juga: ICW Curiga Banyak Mantan Koruptor Akan Diusung Pada Pileg 2019)

Ia juga melihat, sanksi pidana belum efektif menimbulkan efek jera bagi para koruptor. Sebab, ada beberapa kasus mantan narapidana korupsi kembali terjun dalam pusaran korupsi.

"Kenyataannya, politisi ini sangat takut sekali kalau hak politiknya dicabut, jadi ada pikiran lebih baik dipenjara 5 tahun daripada hak politiknya dicabut. Dalam pikiran saya, tidak ada mantan koruptor yang betul-betul bertaubat setelah dipenjara," ujarnya.

KPU hingga saat ini tetap bertahan dengan keinginannya melarang mantan koruptor menjadi caleg 2019.

KPU menganggap korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga pelarangan perlu diatur secara tegas dalam peraturan KPU.

Larangan tersebut dapat disebut terobosan karena ketentuan itu tak diatur dalam UU Pemilu.

Seperti dikutip Kompas, KPU menyiapkan dua opsi untuk melarang mantan koruptor maju sebagai calon wakil rakyat.

Opsi pertama seperti yang tertuang dalam Peraturan KPU, yakni bakal caleg bukan mantan terpidana korupsi.

Opsi kedua, melarang mantan terpidana korupsi jadi bakal caleg DPR dan DPRD. Opsi kedua substansinya sama.

Bedanya, subyek hukum di opsi kedua adalah partai politik, bukan para bakal caleg. KPU bisa memahami jika parpol menolak opsi pertama dengan alasan bertentangan dengan UU.

Namun, KPU menganggap aneh jika opsi kedua juga ditolak. Pasalnya, aturan itu masuk ranah parpol untuk merekrut bakal caleg DPR/DPRD.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com