Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Mantan Napi Korupsi Ikut Pileg Bisa Wujudkan Pemilu Berintegritas

Kompas.com - 30/03/2018, 11:20 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengapresiasi rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan melarang mantan narapidana korupsi ikut dalam pemilihan legislatif 2019. Ia menilai rencana tersebut menjadikan Pileg 2019 diisi oleh calon-calon berintegritas.

"Saya kira itu pengaturan yang sangat baik. Karena anggota legislatif haruslah orang-orang yang berintegritas serta bisa menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat dengan sebaik-baiknya," ujar Titi kepada Kompas.com, Jumat (30/3/2018).

Titi juga mendukung adanya kewajiban para caleg menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) sebagai syarat untuk ikut Pileg 2019.

Ia melihat, hal itu juga sejalan dengan dasar dibentuknya Undang-undang tentang Pemilu yang menyebutkan diperlukannya pengaturan pemilihan umum sebagai perwujudan sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas.

Baca juga : Mantan Narapidana Kasus Korupsi Akan Dilarang Ikut Pileg 2019

"Ini demi menjamin konsistensi dan kepastian hukum serta pemilihan umum yang efektif dan efisien. Saya kira pengaturan KPU tersebut sudah sejalan dengan semangat undang-undang," kata dia.

Ia berharap melalui dua rencana tersebut bisa memastikan agar hasil pemilu mengeluarkan figur wakil rakyat yang berintegritas yang terbebas dari masalah hukum dan perilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi.

Seperti yang diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan mengatur larangan mengenai mantan narapidana kasus korupsi untuk ikut dalam pemilu legislatif (pileg) 2019.

Komisioner KPU RI, Hasyim Asyari mengatakan, pelarangan itu akan dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pileg mendatang untuk pertama kalinya.

Baca juga : Ketua MPR: Pilkada untuk Adu Program, Tidak Boleh Halalkan Segala Cara

"Sebenarnya di Undang-undang tidak ada, mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg, di PKPU pencalonan mau kita masukkan," kata Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/3/2018).

Menurut Hasyim, mantan narapidana kasus korupsi tidak layak menduduk jabatan publik. Alasannya, karena telah berkhianat terhadap jabatan sebelumnya.

"Pejabat itu diberi amanah, korupsi itu pasti ada unsur penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan wewenang itu ya berkhianat terhadap jabatannya," kata dia.

Selain itu, semua calon anggota legislatif yang ikut Pemilu Legislatif 2019 juga menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Kewajiban itu akan diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pileg mendatang untuk kali pertama.

Hasyim mengatakan, LHKPN tersebut nantinya diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Salah satu syarat yang harus diajukan caleg adalah menyerahkan LHKPN, caleg di semua tingkatan," kata Hasyim.

Menurut Hasyim, nantinya lembaga anti-rasuah akan memberikan bukti bahwa caleg tersebut telah menyerahkan LHKPN.

Bukti tersebut harus diserahkan kepada KPU, sebagai salah satu dokumen yang harus disertakan ketika pendaftaran calon.

Kompas TV Warga kota Serang yang belum memiliki KTP elektronik terancam tidak akan mempunyai hak suara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com