Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Dukung Terobosan KPK soal Penghitungan Kerugian Negara dari Kerusakan Lingkungan

Kompas.com - 28/03/2018, 09:05 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung terobosan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus yang melibatkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Dalam kasus itu, KPK menggunakan dampak kerusakan alam sebagai kerugian negara.

"Perkara ini diharapkan membawa terobosan hukum dalam hal metode penghitungan kerugian negara, di mana tidak hanya kerugian materiil dari korupsi, tetapi juga kerugian ekologis, biaya pemulihan lingkungan, dan kerugian ekonomi lingkungan," ujar peneliti ICW, Lalola Easter, dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (27/3/2018).

(Baca juga: Kerusakan Lingkungan dan Tuntutan 18 Tahun Penjara terhadap Nur Alam)

Dalam persidangan, jaksa menilai, perbuatan Nur Alam telah merugikan keuangan negara Rp 4,3 triliun.

Namun, angka tersebut tidak sepenuhnya atas hasil penghitungan auditor negara. Sebab, salah satu yang dihitung adalah kerugian akibat kerusakan lingkungan.

Jaksa menilai, perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabena yang dikelola PT Anugrah Harisma Barakah.

Pengajar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Basuki Wasis, menghitung adanya kerugian negara Rp 2,7 triliun akibat kegiatan pertambangan nikel yang dilakukan PT Anugrah Harisma Barakah di Pulau Kabaena.

(Baca juga: Dituntut 18 Tahun Penjara, Nur Alam Sebut Dirinya Bukan Penjajah)

Dari hasil penelitian, terdapat tiga jenis penghitungan kerugian akibat kerusakan lingkungan. Pertama, total kerugian akibat kerusakan ekologis. Kemudian, kerugian ekonomi lingkungan. Ketiga, menghitung biaya pemulihan lingkungan.

Atas hal itu, Nur Alam dituntut hukuman 18 tahun penjara oleh jaksa. Dia juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Tidak cuma itu, politisi Partai Amanat Nasional itu juga dituntut membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar dari keuntungan yang diperoleh dari izin pertambangan yang diberikan Nur Alam kepada pengusaha.

"Menurut ICW, sudah sepatutnya Nur Alam dituntut dan divonis hakim secara maksimal, yaitu penjara seumur hidup," kata Lalola.

(Baca juga: Tuntutan KPK untuk Gubernur Sultra Tertinggi di Antara Perkara-perkara Kepala Daerah)

ICW berharap, majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjadikan metode penghitungan kerugian negara yang didalilkan jaksa dengan menambahkan kerugian ekologis, biaya pemulihan lingkungan, dan kerugian ekonomi lingkungan sebagai rujukan dalam pengambilan putusan.

Hal ini dinilai penting sebagai terobosan hukum yang akan menjerakan dan memiskinan pelaku korupsi.

"Kerugian negara tersebut harus ditanggung bersama antara Nur Alam dan pihak korporasi yang diuntungkan akibat penerbitan IUP yang dinilai bermasalah," kata Lalola.

Kompas TV ICW juga melihat dampak rusaknya lingkungan yang sangat parah, akibat ijin usaha pertambangan yang bermasalah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com