Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembalikan Uang Tak Dipidana, Bentuk Toleransi kepada Korupsi

Kompas.com - 02/03/2018, 06:54 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, wacana menghentikan kasus korupsi pejabat daerah yang menyerahkan uang korupsi, bertentangan dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Bila wacana itu direalisasikan, Abdul mengatakan ada satu kemunduran. Indonesia yang masih berperang dengan korupsi justru mentoleransi tindak pidana yang extra ordinary crime tersebut.

"Ini menurut saya proses pembusukan bangsa sedang terjadi," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2018).

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengungkapan secara pemberhentian kasus korupsi.

Baca juga : Asal Kembalikan Uang, Pejabat Daerah Terindikasi Korupsi Bisa Tak Dipidana

Bunyinya, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Sementara Pasal 2 dan 3 mengatur tentang waktu pidana dan denda setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

"Presiden (harus) ikut bertanggung jawab mencegah ini. Pembangunan harus tetap berjalan, tetapi korupsi juga tidak boleh ditoleransi," kata Abdul.

Rabu (28/2/2018) lalu, Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri, dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.

Baca juga : ICW Kritik Wacana Tak Pidana Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi

Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, perkara korupsi oknum pejabat pemerintahan daerah bisa diberhentikan bila pejabat tersebut mengembalikan uang korupsinya.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, kesepakatan tersebut merupakan pendekatannya dalam hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium (upaya akhir).

Sementara itu, Divisi Korupsi Politik Almas Sjafrina Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik kesepakatan empat lembaga tersebut. Ia menilai hal itu bertentangan dengan Pasal 4 UU Tipikor.

Kompas TV KPK menduga uang suap dari kontraktor proyek jalan akan dipakai mendanai aktivitas politik terkait pilkada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com