JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan empat saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/2/2018).
Mereka yang bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto itu yakni, pengacara Elza Syarief dan mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya.
Kemudian, mantan anggota dewan pengawas PNRI Yudi Permadi. Satu saksi lainnya yakni, pengusaha Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby.
Berikut enam fakta yang terungkap dalam persidangan:
1. Elza Syarief sebut keterangan Nazaruddin kadang berubah-ubah
Ia pertama kali mengetahui proyek e-KTP dari Nazaruddin sekitar tahun 2011. Pada waktu itu, Nazar membuat skema dan gambar tentang korupsi dalam proyek e-KTP.
Baca juga : Cerita Elza Syarief soal Anas dan Nazaruddin yang Saling Cinta hingga Benci
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Elza mengatakan, Nazaruddin pernah bercerita bahwa Anas Urbaningrum bertugas memuluskan persetujuan eksekutif dan legisatif, karena Partai Demokrat yang berkuasa.
Kemudian Setya Novanto bertugas mencari pengusaha untuk mensukseskan proyek. Adapun, keuntungan akan dibagi dua, Anas dan Setya Novanto.
2. Gunakan bahasa Jawa, keponakan Novanto bicarakan 7 persen untuk Senayan
Keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi, pernah membicarakan adanya rencana pembagian fee ke Senayan, yang diduga untuk anggota DPR RI. Hal itu dikatakan Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby saat bersaksi
Menurut Bobby, pada waktu itu sekitar jam 16.00 atau jam17.00, ia sedang berada di ruang kerja Irvanto di Gedung Menara Imperium, Kuningan, Jakarta. Ia dan Irvanto yang merupakan Direktur PT Murakabi Sejahtera itu sedang menunggu dokumen prakualifikasi lelang yang harus ditandatangani.
Baca juga : Gunakan Bahasa Jawa, Keponakan Novanto Bicarakan 7 Persen untuk Senayan
"Sewaktu sedang bicara tentang pekerjaan kami yang berat, tiba-tiba dia bilang 'Abot. Sing kono njaluk pitu'," kata Bobby.
Menurut Bobby, kata-kata itu memaksudkan bahwa Irvanto merasa berat, karena ada bagian 7 persen yang harus diberikan.
Saat mengucapkan kata-kata dalam bahasa Jawa itu, menurut Bobby, Irvanto sambil menunjuk ke luar jendela. Ternyata, Irvanto memaksudkan 7 persen untuk Senayan.