Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MAK Pemuda Muhammadiyah Laporkan Ketua MK Arief Hidayat ke Dewan Etik

Kompas.com - 21/02/2018, 15:49 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Madrasah Anti-Korupsi (MAK) Pemuda Muhammadiyah melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat ke Dewan Etik MK.

Arief dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim.

"Hari ini kami datang memberikan laporan agar Dewan Etik kembali memanggil pak Arief Hidayat karena sebelumnya dewan etik menyatakan Pak Arief tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik," ujar Wakil Ketua Madrasah Anti-Korupsi Ahmad Fanani saat ditemui di gedung MK, Rabu (21/2/2018).

Fanani menuturkan, berdasarkan pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa patut diduga Arief melakukan lobi-lobi politik saat bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III.

Pertemuan tersebut terjadi sebelum uji kepatutan dan kelayakan terkait pencalonan kembali Arief Hidayat sebagai hakim MK.

Menurut Desmond, pada pertemuan tersebut jelas terjadi lobi antara Arief dan sejumlah pimpinan Komisi III agar Arief terpilih kembali sekaligus tetap menjadi ketua MK.

Baca juga : Guru Besar Titipkan Artikel Buatan Maestro Hukum untuk Ketua MK Arief Hidayat)

Saat itu, kata Fanani, Desmond mengungkap apa yang dikatakan oleh Arief, bahwa jika ia tidak terpilih, maka Saldi Isra yang akan memegang jabatan ketua MK.

"Di tempat lain Desmond mengatakan lobi itu ada. Menurut desmond Pak Arief menyatakan seperti itu. Apa yang dikatakan Desmond itu patut untuk kembali digelar sidang etik," kata Fanani.

Selain itu, Fanani juga mempersoalkan pernyataan Arief terkait petisi 54 profesor dari berbagai perguruan tinggi yang memberinya surat desakan untuk mundur dari jabatannya.

Fanani menyertakan bukti sebuah pemberitaan sebuah media massa online nasional. Dalam berita itu Arief mengatakan bahwa petisi tersebut adalah rekayasa kelompok kepentingan tertentu.

"Beliau (Arief) juga melemparkan statement bahwa petisi yang dilayangkan oleh 54 profesor itu adalah rekayasa. Itu kan tidak patut keluar dari mulut hakim MK yang sebetulnya adalah negarawan," kata Fanani.

(Baca juga: Gara-gara Pesan WhatsApp, Ketua MK Arief Hidayat Kembali Dilaporkan ke Dewan Etik)

Kemarin, Arief juga dilaporkan ke Dewan Etik oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) atas pelanggaran etik dan perilaku hakim.

Laporan tersebut berkaitan dengan perbuatan Arief yang diduga mengunggah tulisan di sebuah grup Whatsapp.

Koordinator Program PBHI Julius Ibrani menuturkan bahwa pesan yang diunggah oleh Arief berisi tentang komentar secara terbuka atas perkara yang sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi yakni putusan MK No. 46/PUU-XIV/2016.

Selain itu, kata Julius, pesan tersebut juga mengandung kata-kata kasar serta informasi yang tidak benar dan menyesatkan.

"Secara implisit, substansi pesan yang diduga diunggah oleh terlapor ke dalam grup Whatsapp tersebut juga memperlihatkan sikap terlapor yang berpihak dan condong pada pihak Pemohon Perkara, sekaligus menstigma atau mendiskreditkan komunitas tertentu, sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia," ujar Julius saat ditemui di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2018).

Kompas TV Pusat kajian anti-korupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta atau Pukat UGM berencana menggugat Undang-Undang MD3 yang baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com