JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengatakan, sebaiknya Arief Hidayat mundur dari jabatannya sebagai Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum Pilkada Serentak 2018.
Menurut Bivitri, dua pelanggaran etik yang dilakukan Arief Hidayat bakal menurunkan legitimasi putusan MK, termasuk putusan untuk sengketa hasil pemilu.
"Yang ditakutkan adalah nanti putusannya dipertanyakan dan bisa jadi nanti ada mungkin potensi perpecahan di tengah masyarakat," kata Bivitri, di Jakarta Jumat (9/2/2018).
Baca juga: ICW: Putusan MK seperti Mengonfirmasi Lobi Politik Ketua MK dan DPR
Dia mengatakan, seperti pengalaman sebelumnya, pilkada di Indonesia umumnya sangat sensitif di beberapa daerah.
Bivitri menambahkan, tanpa adanya masalah pelanggaran etik yang dilakukan Arief, seringkali ada keributan.
Sebelumnya, Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pernah menjadi sasaran keributan masyarakat yang tidak puas terhadap putusan MK.
"Itu yang kami takutkan kalau keputusannya terus-menerus dipertanyakan legitimasinya," kata Bivitri.
Baca: Jubir MK Akan Sampaikan Desakan Masyarakat Sipil kepada Ketua MK Arief Hidayat
Menurut Bivitri, sengketa hasil pemilu akan sangat politis pada Pileg dan Pilpres 2019. Potensi ketidakpercayaan publik terhadap MK akan meningkat karena kasus pelanggaran etik Arief juga berkaitan dengan para politisi.
"Menurut kami sih begitu (mundur sebelum pilkada), sehingga tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan," kata dia.