Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Pesan WhatsApp, Ketua MK Arief Hidayat Kembali Dilaporkan ke Dewan Etik

Kompas.com - 20/02/2018, 17:30 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat kembali dilaporkan ke Dewan Etik.

Kali ini, Arief dilaporkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) atas pelanggaran etik dan perilaku hakim.

Laporan tersebut berkaitan dengan perbuatan Arief yang diduga mengunggah tulisan di sebuah grup WhatsApp.

Koordinator Program PBHI Julius Ibrani mengungkapkan, pesan yang diunggah Arief berisi tentang komentar secara terbuka atas perkara yang sudah diputus Mahkamah Konstitusi, yakni putusan MK No 46/PUU-XIV/2016.

Selain itu, kata Julius, pesan tersebut juga mengandung kata-kata kasar serta informasi yang tidak benar dan menyesatkan.

(Baca juga: 76 Guru Besar Menilai Hakim MK yang Melanggar Etik Bukan Negarawan)

 

"Secara implisit, substansi pesan yang diduga diunggah oleh terlapor ke dalam grup WhatsApp tersebut juga memperlihatkan sikap terlapor yang berpihak dan condong kepada pihak pemohon perkara, sekaligus menstigma atau mendiskreditkan komunitas tertentu, sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia," ujar Julius saat ditemui di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2018).

Menurut Julius, Arief diduga telah melanggar peraturan Mahkamah Konstitusi No 09/PMK/2006 tentang Kode Etik dan Prilaku Hakim Konstitusi.

Ia menuturkan, setidaknya ada lima prinsip yang telah dilanggar, yakni prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kepantasan dan kesopanan, prinsip kesetaraan dan prinsip kecakapan dan keseksamaan.

"PBHI berharap Dewan Etik MK melakukan pemeriksaan terhadap terlapor dan memberikan sanksi yang tegas bila yang bersangkutan terbukti bersalah," kata Julius.

Dalam laporannya tersebut, PBHI juga menyertakan lampiran pesan yang diduga diunggah oleh Arief dalam sebuah grup WhatsApp.

Sebelumnya, Arief juga pernah dilaporkan ke Dewan Etik MK atas dugaan pelanggaran kode etik pada Rabu (31/1/2018) lalu. Arief dilaporkan Abdul Ghoffar, seorang peneliti MK.

(Baca juga: Baru Kali Ini dalam Sejarah, MK Mengomentari Putusannya Sendiri)

Ghoffar menuturkan, pelaporan tersebut berawal dari pernyataan Arief di sebuah pemberitaan terkait dirinya yang dinilai tidak benar.

Diketahui, pernyataan Arief tersebut diucapkan melalui media massa online setelah Ghoffar menulis artikel di harian Kompas, 25 Januari lalu, berjudul ”Ketua Tanpa Marwah”.

Dalam artikel itu, Ghoffar menyoroti pentingnya kesadaran pribadi Arief untuk mundur dari posisinya sebagai Ketua MK karena sudah dua kali ia dikenai sanksi oleh Dewan Etik.

Meski demikian, Ghoffar tak ingin mengaitkan pernyataan tersebut dengan artikel yang ditulisnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com