Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Isi Surat 54 Guru Besar yang Minta Arief Hidayat Mundur dari MK

Kompas.com - 09/02/2018, 18:27 WIB
Estu Suryowati,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebanyak 54 guru besar dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga meminta Arief Hidayat untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Para guru besar berpendapat, Arief semestinya mundur dari jabatannya karena sudah dua kali dinyatakan melanggar etik oleh Dewan Etik MK.

“Mudah-mudahan desakan dari kolega guru besar ini mengetuk hati Pak Arief Hidayat,” kata akademisi dari Universitas Airlangga Herlambang Perdana, di Jakarta, Jumat (9/2/2018).

(Baca juga : 54 Guru Besar Minta Arief Hidayat Mundur sebagai Hakim MK)

Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengatakan, permintaan dari 54 orang itu akan disampaikan dalam bentuk surat kepada Arief dan tembusan kepada delapan hakim konstitusi.

“Surat ini akan kami kirimkan ke MK tanggal 13 Februari,” kata Bivitri.

(Baca juga : Selama Jabat Ketua MK, Arief Hidayat Dua Kali Langgar Kode Etik)

Berikut adalah isi surat dari ke-54 guru besar tersebut:

"Dengan hormat,

Melalui surat ini kami ingin menyampaikan pandangan kami sebagai sejawat dan profesor atau guru besar dari berbagai lembaga dan perguruan tinggi di Indonesia terkait penjatuhan dua sanksi etik yang diberikan Dewan Etik MK kepada Profesor Arief Hidayat dan upaya menjaga martabat dan kredibilitas MK di mata publik.

Kami prihatin atas penjatuhan dua kali sanksi etik yang diberikan oleh Dewan Etik MK terhadap Profesor Arief Hidayat. Kami sadari menjaga amanah dan melaksanakan tanggungjawab sebagai pejabat publik termasuk Hakim MK bukanlah sesuatu yang mudah dan sudah tentu seringkali mendapatkan tantangan maupun hambatan.

Namun sebagai kolega, kami ingin mengingatkan bahwa jika seseorang yang dipercaya publik di puncak lembaga penegak hukum – dalam hal ini MK – ternyata gagal memegang teguh moral kejujuran, kebenaran, dan keadilan, maka ia telah kehilangan sumber legitimasi moralnya sebagai agen penegak hukum.

Menurut kami, MK harus diisi oleh para hakim yang memahami hakikat kejujuran, kebenaran, dan keadilan tersebut. Tanpa pemahaman hakiki tersebut, hakim tidak bisa menjadi garda penjaga kebenaran. Vested interests dan ambisi pribadi terhadap kekuasaan hanya akan meruntuhkan lembaga konstitusi.

Kami juga ingin menyampaikan pandangan bahwa seorang hakim MK yang terbukti melanggar etik, maka dia tidak punya kualitas sebagai negarawan. Negarawan sejati adalah orang yang tidak akan mempertahankan posisinya sebagai hakim konstitusi setelah dijatuhkan sanksi pelanggaran etika.

Negarawan yang sesungguhnya bukan hanya tidak akan melanggar hukum, tetapi dia akan sangat menjaga etika pribadi atau pergaulan dan terutama etika bernegara. Negarawan tanpa etika moral batal demi hukum kenegarawanannya. Dan karenanya, tidak memenuhi syarat menjadi hakim konstitusi.

Berdasarkan uraian di atas, dengan segala hormat dan demi menjaga martabat serta kredibilitas MK, maka kami meminta Profesor Arief Hidayat untuk mundur sebagai ketua dan hakim MK.”

Selama menjabat sebagai Ketua MK, Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

Pada 2016, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.

Pemberian sanksi itu karena Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.

Dalam katebelece yang dibuat Arief itu, terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, "Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak".

Kemudian, Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan.

Dalam pemeriksaan oleh Dewan Etik, Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah Pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.

Pertemuan itu terkait proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonan kembali Arief sebagai hakim konstitusi.

Menurut Fajar, Arief menghadiri pertemuan tersebut tanpa undangan secara resmi dari DPR, melainkan hanya melalui telepon.

 

Kompas TV Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menemui dewan etik soal tudingan adanya lobi politik terhadap anggota Komisi III DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com