JAKARTA, KOMPAS.com - Para pegiat isu HIV/AIDS meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak mengatur ranah privat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini masih digodok.
Salah satu yang dikhawatirkan yakni akan meledaknya narapidana di lembaga pemasyarakatan atau LP. Padahal saat ini, LP di Indonesia sudah melebihi kapasitas daya tampungnya.
"Kalau sesuatu yang menjadi tanggung jawab pribadi dan merupakan ranah privat ini dikriminalkan dan dimasukan ke panjara, bayangkan over crowded-nya penjara kita," ujar pegiat isu HIV/AIDS sekaligus Psikolog Baby Jim Aditya di Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Baby yang punya rekam jejak penelitian isu seksual di LP mengungkapkan bahwa situasi lembaga pemasyarakatan di Indonesia sudah dalam taraf yang kelebihan kapasitas.
Baca juga : Dalam Pasal Zina RKUHP, Korban Pemerkosaan Berpotensi Dipenjara Lima Tahun
Hal itu ia ketahui lantaran aktif sebagai aktivis penanggulangan HIV/AIDS di tempat lokalisasi hingga penjara-penjara di Indonesia.
Baby juga mengkhawatirkan meningkatnya penularan HIV/AIDS di penjara bila LP kian dipadati oleh narapidana akibat engaturan ranah pribadi di KUHP.
Sementara itu, kata dia, kondisi layanan kesehatan hingga air bersih di LP sangat minim.
Baca juga : Anggota Panja KUHP: Sebut Presiden Bodoh Bisa Dipidana
Beberapa pasal di RKUHP yang dipermasalahkan yaitu Pasal 481 dan Pasal 483 tentang mempertontonkan pencegah kehamilan, Pasal 484 dan Pasal 495 tentang zina dan cabul sesama jenis, dan Pasal 489 tentang prostitusi jalanan.
Di tempat yang sama, Ardhany Suryadarma dari Rumah Cemara juga mengkritik rencana pemerintah tersebut. Bahkan, ia menilai rencana mengatur ranah privat di KUHP sebagai lelucon.
"Dampaknya ya over crowded penjara. Sangat lucu negara mau memenjarakan warga negaranya tetapi kesiapan LP-nya enggak ada, sanitasi yang buruk, layanan kesahatan juga buruk," kata dia.