Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rancangan KUHP dan "Pintu" Taubat Terpidana Mati

Kompas.com - 01/02/2018, 07:08 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hukuman mati tidak akan lagi menjadi pidana pokok. Sebab, di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), hukuman tersebut akan masuk ke dalam pidana khusus yang di dalamnya terdapat pidana alternatif.

Anggota Panja RUU KUHP Arsul Sani mengungkapkan, dengan adanya pidana alternatif, nantinya hukuman mati untuk terpidana bisa berubah menjadi hukuman penjara seumur hidup dengan syarat.

"Itu penjabaranya ada di pasal-pasal tentang hukuman mati di belakangnya nanti," ujarnya acara diskusi RKUHP di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Anggota Pansus Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/12/2017)Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim Anggota Pansus Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/12/2017)
Syarat yang dimaksud yaitu adanya perubahan sikap secara signifikan terpidana mati dalam menjalani masa tunggu eksekusi. Mekanismenya akan diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Baca juga : DPR dan Pemerintah Sepakat Hukuman Mati Tetap Diberlakukan

"Kalau hakim menjatuhkan hukuman mati kepada saya, dengan masa tunggu 10 tahun, saya ini menjadi orang yang baik, taubatan nasuha (taubat sungguh-sungguh), maka hukuman itu berubah jadi hukuman penjara seumur hidup," kata Arsul.

Pemerintah, tutur Arsul, menginginkan agar peralihan hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup harus atas izin Presiden atau Menteri Hukum dan HAM.

Namun, dalam pembahasan RKUHP di DPR, usulan itu ditolak. DPR kata dia, menilai usulan pemerintah tersebut bisa bermuatan politis karena harus ada izin Presiden atau Menteri Hukum dan HAM.

Baca juga : Dituntut Hukuman Mati, Kekasih yang Bunuh Calon Pengantinnya Gemetar...

Oleh karena itu, DPR sepakat peralihan hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup harus berdasarkan keputusan pengadilan. Sebab, hukuman mati juga dijatuhkan berdasarkan keputusan pengadilan.

Namun, kata Asrul, jika terpidana mati tetap tidak menunjukan perbaikan selama berada di penjara, maka hukuman mati harus dilaksanakan.

Dukungan PBNU

Adanya peralihan hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup mendapatkan dukungan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Ketua PBNU Bidang Hukum Rombikin Emhas mengatakan, berdasarkan forum-forum muktamar NU, para ulama menyepakati bahwa hukuman mati harus tetap ada di Indonesia.

Sebab para ulama NU menilai ada atau tidaknya hukuman mati terkait dengan filosofis suatu negara. Indonesia yang bukan negara kapitalis dan liberal dinilai tetap perlu mengadopsi hukuman mati.

Baca juga: Tren Hukuman Mati Paling Banyak dalam Kasus Kejahatan Narkotika

Namun, NU juga menilai adanya peluang peralihan hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur merupakan hal yang adil untuk terpidana yang bertaubat.

Sementara bagi terpidana yang tetap melakukan kejahatan di lapas, misalnya mengendalikan penjulan narkoba dari dalam penjara, maka NU setuju agar eksekusi mati tetap dilaksanakan.

"Saya kira itu adil," ucap Rombikin.

Kompas TV Kedelapan terdakwa disebut telah melanggar undang-undang tentang narkotika dan bisa dikenai ancaman maksimal hukuman mati. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Nasional
Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Nasional
Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Nasional
OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi 'Online'

OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi "Online"

Nasional
Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Nasional
Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Nasional
Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Pekan Depan

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi "Online" Pekan Depan

Nasional
Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Nasional
Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Nasional
Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com