Pertama dalam penyimpangan prosedur dalam pemeriksaan Lestaluhu sebagai saksi, yakni mengenai administrasi surat. Kemudian maladministrasi yang kedua yakni polisi terindikasi melakukan tindakan sewenang-wenang.
Saat memeriksa Lestaluhu sebagai saksi, polisi sudah melakukan upaya paksa seperti penjemputan dan menginapkan Lestaluhu di kantor polisi selama 2 hari. Padahal hal tersebut tidak boleh dilakukan untuk seorang yang masih berstatus saksi.
Maladministrasi ketiga yakni tidak kompeten. Karena adanya desakan publik untuk menungkap kasus Novel Baswedan, Ombudsman menduga penyidik jadi terburu-buru sehingga tidak kompeten dalam memeriksa Lestaluhu.
Keempat yakni perbuatan maladministrasi tidak patut. Dalam memeriksa seorang saksi dan tersangka, kata Adrianus, penyidik wajib menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
Dalam kasus Lestaluhu, polisi dianggap melakukan tindakan penyidikan, sehingga publik memberikan kesan kuat bahwa Lestaluhu adalah tersangka, yang mana telah menjadi konsumsi publik melalui media massa. Seharusnya penyelenggaraan penyidikan dan penyelidikan diantisipasi dengan cermat serta melihat potensi yang dapat merugikan masyarakat atau saksi.
Dari temuan maladministrasi pada pemeriksaan Lestaluhu tersebut, Ombudsman menyarankan sejumlah perbaikan kepada Polri. Di antaranya meminta polisi bisa membuat semacam surat klarifikasi untuk Lestaluhu bahwa dia bukan merupakan pelaku penyerangan kasus Novel.
Hal lainnya agar polisi melakukan evaluasi terkait pemeriksaan Lestaluhu, dan lainnnya. Rekomendasi Ombudsman itu mesti dipenuhi kepolisian dalam waktu 14 hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.