JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya menyatakan akan mengikuti rekomendasi yang diminta oleh Ombudsman terkait temuan maladministrasi dalam pemeriksaan Muhammad Lestaluhu sebagai saksi dalam kasus penyerangan Novel Baswedan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta mengatakan, pihaknya akan membuat sebuah surat klarifikasi yang diberikan kepada Lestaluhu bahwa yang bersangkutan bukan pelaku dalam kasus penyerangan Novel.
"Kami akan coba ikuti arahan Ombudsman terkait bagaimana ada suatu surat atau produk yang bisa diberikan, sehingga nanti Muhammad Lestaluhu bisa bekerja. Memang tidak enak orang diangggap pelaku, terus diumumkan sehingga dia punya beban moril," kata Nico, dalam jumpa pers di kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Pihaknya akan memberikan jawaban lengkap kepada Ombudsman dalam waktu 14 hari terkait pengaduan Lestaluhu ini.
Baca juga : 2017, Tahun Kelam untuk Novel Baswedan dan Pemberantasan Korupsi
Lestaluhu sebelumnya mengadu ke Ombudsman bahwa dirinya merasa dirugikan karena dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai buntut pemeriksaan polisi terhadapnya.
Nico menyatakan, pemanggilan terhadap seseorang saksi bisa saja melalui surat atau dengan cara menghubungi yang bersangkutan. Dalam kasus Lestaluhu, Ombudsman menyebut terdapat pelanggaran pada prosedur pemanggilan karena melalui telpon.
Sementara soal upaya paksa penjemputan, hal itu diatur dalam penyidikan. Lestaluhu sebelumnya dijemput polisi dari kediamannya terkait kasus Novel.
Baca juga : Ombudsman Temukan Indikasi Maladministrasi oleh Polisi pada Pemeriksaan Saksi Kasus Novel
Nico menyebut, Lestaluhu datang menemui polisi atas keinginan sendiri. Dia mengklaim pihaknya sudah menanyakan kepada Lestaluhu apakah perlu dibuatkan panggilan pemeriksaan. Lestaluhu, kata Nico, menyatakan tidak perlu karena akan datang dengan sendirinya.
"Berikutnya ditelpon, 'Pak, bisa datang ke kantor enggak?', 'Wah, saya enggak ada kendaraan', Nah, makanya dijemput penyidik. Tapi itu dilihat sebagai upaya paksa dan pelanggaran. Itu yang kami klarifikasi," ujar Nico.
Karena itu, pihaknya biasa memanggil saksi lewat jalur komunikasi telpon ataupun jika tidak ada kendaraan maka akan dijemput oleh penyidik. "Kecuali tersangka, dipanggil harus ada surat Sprinkap. Kalau enggak ya kita bisa di prapid (praperadilan)," ujar Nico.
Nico menambahkan, dalam kasus penyerangan Novel, berdasarkan kesaksian saksi-saksi mengatakan bahwa Lestaluhu pernah ada di lokasi kejadian penyerangan terhadap Novel.
Tetapi, kehadiran Lestaluhu itu ternyata tiga bulan sebelum kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK itu terjadi. Saat itu, Lestaluhu bekerja sebagai mata elang dari sebuah finance.
Perusahaan finance itu, lanjut Nico, punya data mobil yang digelap yang perlu dilist oleh Lestaluhu.
"Tapi pada saat kejadian (penyerangan Novel), dia enggak ada di TKP tapi adanya di Malang," ujar Nico.
Temuan Ombudsman
Ombudsman sebelumnya menemukan empat indikasi maladministrasi dalam pemeriksaan Lestaluhu.
Pertama dalam penyimpangan prosedur dalam pemeriksaan Lestaluhu sebagai saksi, yakni mengenai administrasi surat. Kemudian maladministrasi yang kedua yakni polisi terindikasi melakukan tindakan sewenang-wenang.
Saat memeriksa Lestaluhu sebagai saksi, polisi sudah melakukan upaya paksa seperti penjemputan dan menginapkan Lestaluhu di kantor polisi selama 2 hari. Padahal hal tersebut tidak boleh dilakukan untuk seorang yang masih berstatus saksi.
Maladministrasi ketiga yakni tidak kompeten. Karena adanya desakan publik untuk menungkap kasus Novel Baswedan, Ombudsman menduga penyidik jadi terburu-buru sehingga tidak kompeten dalam memeriksa Lestaluhu.
Keempat yakni perbuatan maladministrasi tidak patut. Dalam memeriksa seorang saksi dan tersangka, kata Adrianus, penyidik wajib menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
Dalam kasus Lestaluhu, polisi dianggap melakukan tindakan penyidikan, sehingga publik memberikan kesan kuat bahwa Lestaluhu adalah tersangka, yang mana telah menjadi konsumsi publik melalui media massa. Seharusnya penyelenggaraan penyidikan dan penyelidikan diantisipasi dengan cermat serta melihat potensi yang dapat merugikan masyarakat atau saksi.
Dari temuan maladministrasi pada pemeriksaan Lestaluhu tersebut, Ombudsman menyarankan sejumlah perbaikan kepada Polri. Di antaranya meminta polisi bisa membuat semacam surat klarifikasi untuk Lestaluhu bahwa dia bukan merupakan pelaku penyerangan kasus Novel.
Hal lainnya agar polisi melakukan evaluasi terkait pemeriksaan Lestaluhu, dan lainnnya. Rekomendasi Ombudsman itu mesti dipenuhi kepolisian dalam waktu 14 hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.