Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Maladministrasi di Kasus Saksi Novel Baswedan, Ini Penjelasan Polisi

Kompas.com - 06/02/2018, 16:43 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya menyatakan akan mengikuti rekomendasi yang diminta oleh Ombudsman terkait temuan maladministrasi dalam pemeriksaan Muhammad Lestaluhu sebagai saksi dalam kasus penyerangan Novel Baswedan.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta mengatakan, pihaknya akan membuat sebuah surat klarifikasi yang diberikan kepada Lestaluhu bahwa yang bersangkutan bukan pelaku dalam kasus penyerangan Novel.

"Kami akan coba ikuti arahan Ombudsman terkait bagaimana ada suatu surat atau produk yang bisa diberikan, sehingga nanti Muhammad Lestaluhu bisa bekerja. Memang tidak enak orang diangggap pelaku, terus diumumkan sehingga dia punya beban moril," kata Nico, dalam jumpa pers di kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Pihaknya akan memberikan jawaban lengkap kepada Ombudsman dalam waktu 14 hari terkait pengaduan Lestaluhu ini.

Baca juga : 2017, Tahun Kelam untuk Novel Baswedan dan Pemberantasan Korupsi

Lestaluhu sebelumnya mengadu ke Ombudsman bahwa dirinya merasa dirugikan karena dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai buntut pemeriksaan polisi terhadapnya.

Nico menyatakan, pemanggilan terhadap seseorang saksi bisa saja melalui surat atau dengan cara menghubungi yang bersangkutan. Dalam kasus Lestaluhu, Ombudsman menyebut terdapat pelanggaran pada prosedur pemanggilan karena melalui telpon.

Sementara soal upaya paksa penjemputan, hal itu diatur dalam penyidikan. Lestaluhu sebelumnya dijemput polisi dari kediamannya terkait kasus Novel.

Baca juga : Ombudsman Temukan Indikasi Maladministrasi oleh Polisi pada Pemeriksaan Saksi Kasus Novel

Nico menyebut, Lestaluhu datang menemui polisi atas keinginan sendiri. Dia mengklaim pihaknya sudah menanyakan kepada Lestaluhu apakah perlu dibuatkan panggilan pemeriksaan. Lestaluhu, kata Nico, menyatakan tidak perlu karena akan datang dengan sendirinya.

"Berikutnya ditelpon, 'Pak, bisa datang ke kantor enggak?', 'Wah, saya enggak ada kendaraan', Nah, makanya dijemput penyidik. Tapi itu dilihat sebagai upaya paksa dan pelanggaran. Itu yang kami klarifikasi," ujar Nico.

Karena itu, pihaknya biasa memanggil saksi lewat jalur komunikasi telpon ataupun jika tidak ada kendaraan maka akan dijemput oleh penyidik. "Kecuali tersangka, dipanggil harus ada surat Sprinkap. Kalau enggak ya kita bisa di prapid (praperadilan)," ujar Nico.

Nico menambahkan, dalam kasus penyerangan Novel, berdasarkan kesaksian saksi-saksi mengatakan bahwa Lestaluhu pernah ada di lokasi kejadian penyerangan terhadap Novel.
Tetapi, kehadiran Lestaluhu itu ternyata tiga bulan sebelum kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK itu terjadi. Saat itu, Lestaluhu bekerja sebagai mata elang dari sebuah finance.

Perusahaan finance itu, lanjut Nico, punya data mobil yang digelap yang perlu dilist oleh Lestaluhu.

"Tapi pada saat kejadian (penyerangan Novel), dia enggak ada di TKP tapi adanya di Malang," ujar Nico.

Temuan Ombudsman

Ombudsman sebelumnya menemukan empat indikasi maladministrasi dalam pemeriksaan Lestaluhu.

Pertama dalam penyimpangan prosedur dalam pemeriksaan Lestaluhu sebagai saksi, yakni mengenai administrasi surat. Kemudian maladministrasi yang kedua yakni polisi terindikasi melakukan tindakan sewenang-wenang.

Saat memeriksa Lestaluhu sebagai saksi, polisi sudah melakukan upaya paksa seperti penjemputan dan menginapkan Lestaluhu di kantor polisi selama 2 hari. Padahal hal tersebut tidak boleh dilakukan untuk seorang yang masih berstatus saksi.

Maladministrasi ketiga yakni tidak kompeten. Karena adanya desakan publik untuk menungkap kasus Novel Baswedan, Ombudsman menduga penyidik jadi terburu-buru sehingga tidak kompeten dalam memeriksa Lestaluhu.

Keempat yakni perbuatan maladministrasi tidak patut. Dalam memeriksa seorang saksi dan tersangka, kata Adrianus, penyidik wajib menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

Dalam kasus Lestaluhu, polisi dianggap melakukan tindakan penyidikan, sehingga publik memberikan kesan kuat bahwa Lestaluhu adalah tersangka, yang mana telah menjadi konsumsi publik melalui media massa. Seharusnya penyelenggaraan penyidikan dan penyelidikan diantisipasi dengan cermat serta melihat potensi yang dapat merugikan masyarakat atau saksi.

Dari temuan maladministrasi pada pemeriksaan Lestaluhu tersebut, Ombudsman menyarankan sejumlah perbaikan kepada Polri. Di antaranya meminta polisi bisa membuat semacam surat klarifikasi untuk Lestaluhu bahwa dia bukan merupakan pelaku penyerangan kasus Novel.

Hal lainnya agar polisi melakukan evaluasi terkait pemeriksaan Lestaluhu, dan lainnnya. Rekomendasi Ombudsman itu mesti dipenuhi kepolisian dalam waktu 14 hari.

Kompas TV Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, memenuhi panggilan Polda Metro Jaya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com