8. Tuduhan subversi untuk AM Fatwa
AM Fatwa memang menjadi salah satu tokoh yang dipantau rezim Soeharto saat Orde Baru berkuasa. Apalagi, saat itu dia juga menjadi Sekretaris Petisi 50, kelompok oposisi yang disegani Soeharto.
Kelompok oposisi itu memang dikenal bersikap sangat keras terhadap rezim Soeharto.
Meski keras, Petisi 50 juga disegani pemerintah, karena beranggotakan sejumlah tokoh seperti pahlawan revolusi AH Nasution, mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, eks pemimpin Masyumi Mohammad Natsir, dan mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso.
AM Fatwa kemudian berurusan dengan aparat hingga divonis penjara 18 tahun karena aktivitasnya di Petisi 50. Ini terjadi pasca-Tragedi Tanjung Priok pada 12 September 1984.
Petisi 50 memberikan penjelasan mengenai peristiwa berdarah itu dengan menerbitkan "Lembaran Putih". Publikasi itu dianggap rezim Orde Baru bertentangan dengan versi yang dikeluarkan pemerintah.
Bersama sejumlah aktivis yang menentang rezim Soeharto, AM Fatwa didakwa dengan tuduhan "melakukan serangkaian forum khotbah, ceramah, dan pertemuan yang merongrong dan menyelewengkan ideologi negara, kewibawaan pemerintah atau menyebarkan rasa permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat.
(Baca: AM Fatwa, Sosok Keras Kepala yang Ditahan Orba atas Tuduhan Subversif)
9. Tak pernah dendam ke Soeharto
Pelaksana Tugas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fadli Zon mengaku kagum dengan sikap yang ditonjolkan AM Fatwa sebagai pribadi yang tak pendendam.
Meskipun telah berkali-kali dipenjara pada rezim Orde Baru, namun Fatwa tetap tak menyimpan dendam. Hal itu, kata Fadli, bisa menjadi pelajaran bagi orang banyak.
"Tidak ada dendam pada rezim Orde Baru. Saya kira pelajaran berharga orang tidak boleh pendendam," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu.
(Baca: AM Fatwa dalam Kenangan, Dipenjara Berkali-kali tapi Tak Dendam)
10. Dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta
AM Fatwa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, dengan upacara militer, Kamis sore (14/12/2017).
Pemakaman dilakukan secara militer dengan diiringi Salvo, karena AM Fatwa menerima gelar Bintang Mahaputra Adipradana dari Presiden Susilo Yudhoyono.
Mantan Wakil Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tersebut dimasukkan ke tempat peristirahatan terakhirnya kurang lebih pada pukul 15.34 WIB.
Bertindak sebagai Inspektur Upacara, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Oesman Sapta Odang memimpin upacara pemakaman tersebut.
"Semoga jalan darma bakti yang ditempuhnya bisa menjadi suri tauladan bagi kita semua dan arwahnya semoga mendapat yang semestinya disisi-Nya," ucap OSO.
(Baca: AM Fatwa Dimakamkan di TMP Kalibata dengan Upacara Militer)