Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Pungli di Pengadilan, Ombudsman Sebut MA Enggan Berbenah

Kompas.com - 08/12/2017, 16:12 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mencatat adanya peningkatan angka laporan terkait pungutan liar dalam pelayanan publik di pengadilan

Komisioner ORI Ninik Rahayu pun mengatakan bahwa laporan tersebut antara lain berkaitan dengan penanganan perkara yang berlarut-larut, praktik pencaloan, penyimpangan prosedur dalam penyerahan salinan putusan dan petikan putusan.

"Laporan terkait pengadilan ini merupakan laporan ke-6 yang terbanyak yang masuk ke Ombudsman," ujar Ninik di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Jumat (9/12/2017).

Menurut Ninik, selama ini Badan Pengawasan (Bawas) MA selalu berkilah bahwa sistem yang untuk mencegah praktik pungli di pengadilan telah sangat bagus dibuat. Faktanya, laporan praktik pungli tersebut dari tahun ke tahun terus meningkat.

"Mereka selalu mengatakan sistemnya sudah bagus, mereka defense lebih dulu. Kalau sistem jalan ini takkan berulang, saya bisa memastikan MA belum berubah," ujar Ninik.

(Baca juga : Marak Pungli, MA Didesak Turun Tangan Benahi Pengadilan di Bawahnya)

 

Bahkan Ninik menyebut praktik pungli di pengadilan-pengadilan yang ada di bawah MA bukan karena adanya oknum semata. Melainkan, kata Ninik, praktik pungli tersebut adalah imbas dari buruknya sistem di MA.

"Ini bukan oknum, kasus yang dilaporkan masyarakat berulang, dulu masyarakat lapor sendiri, sekarang lewat pengacara," ucap Ninik.

"Jadi dari laporan-laporan masyarakat ayang diadukan, sudah dipastikan MA belum berubah, belum melakukan upaya perubahan serius untuk mencegah terjadinya maldministrasi, berbagai bentuk maladministrasi masih terjadi," tambahnya.

Kata Ninik, untuk merespon pengaduan dari masyarakat Ombudsmas telah berkirim surat kepada MA.

(Baca juga : MaPPI: Pungli di Pengadilan Hambat Akses Keadilan Bagi Masyarakat)

 

Isi surat tersebut mengundang MA untuk duduk bersama memberikan penjelasan atas laporan pungli di pengadilan.

"Oktober sudah dua kali bersurat ke MA. Surat yang kami kirimkan untuk duduk bareng, di mana letak kesalahan yang diadukan masyarakat. Tapi sampai sekarang belum dibalas. Ini lembaga negara saja tak direspon apalagi masyarakat. Ombudsman punya 40 kasus yang belum tuntas karena MA lelet," terang Ninik.

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FHUI sebelumnya telah merilis hasil pemetaan praktik korupsi pada pelayanan publik di bidang administrasi perkara di lima pengadilan negeri di Indonesia.

Hasilnya masih ditemukan praktik pungutan liar di lima pengadilan negeri yang ada di Medan, Bandung, Malang, Yogyakarta, dan Banten.

Dari temuan MaPPI, para pelaku pungutan liar terhadap layanan pendaftaran surat kuasa dan biaya salinan putusan tersebut dilakukan oleh panitera pengganti dan panitera muda hukum.

Modus yang sering digunakan oleh oknum tersebut adalah dengan menetapkan biaya diluar ketentuan dan tidak dibarengi dengan tanda bukti bayar, serta tidak menyediakan uang kembalian, sebagai imbalan atau uang lelah dan memperlama layanan jika tidak diberikan tip atau uang yang diminta.

Misalnya untuk biaya pungutan surat kuasa berkisar antara Rp 10.000 hingga lebih dari Rp 100.000 per surat kuasa. Sedangkan untuk mendapatkan salinan putusan biaya dipatok muai dari Rp 50.000 hingga lebih dari Rp 500.000 per putusan.

MaPPI pun mendesak persoalan korupsi di peradilan tersebut segera dibersihkan oleh Mahkamah Agung. Sebab, praktik pungutan liar tersebut bertentangan dengan fungsi pengadilan sebagai lembaga pelayanan publik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com