Salin Artikel

Marak Pungli di Pengadilan, Ombudsman Sebut MA Enggan Berbenah

Komisioner ORI Ninik Rahayu pun mengatakan bahwa laporan tersebut antara lain berkaitan dengan penanganan perkara yang berlarut-larut, praktik pencaloan, penyimpangan prosedur dalam penyerahan salinan putusan dan petikan putusan.

"Laporan terkait pengadilan ini merupakan laporan ke-6 yang terbanyak yang masuk ke Ombudsman," ujar Ninik di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Jumat (9/12/2017).

Menurut Ninik, selama ini Badan Pengawasan (Bawas) MA selalu berkilah bahwa sistem yang untuk mencegah praktik pungli di pengadilan telah sangat bagus dibuat. Faktanya, laporan praktik pungli tersebut dari tahun ke tahun terus meningkat.

"Mereka selalu mengatakan sistemnya sudah bagus, mereka defense lebih dulu. Kalau sistem jalan ini takkan berulang, saya bisa memastikan MA belum berubah," ujar Ninik.

Bahkan Ninik menyebut praktik pungli di pengadilan-pengadilan yang ada di bawah MA bukan karena adanya oknum semata. Melainkan, kata Ninik, praktik pungli tersebut adalah imbas dari buruknya sistem di MA.

"Ini bukan oknum, kasus yang dilaporkan masyarakat berulang, dulu masyarakat lapor sendiri, sekarang lewat pengacara," ucap Ninik.

"Jadi dari laporan-laporan masyarakat ayang diadukan, sudah dipastikan MA belum berubah, belum melakukan upaya perubahan serius untuk mencegah terjadinya maldministrasi, berbagai bentuk maladministrasi masih terjadi," tambahnya.

Kata Ninik, untuk merespon pengaduan dari masyarakat Ombudsmas telah berkirim surat kepada MA.

Isi surat tersebut mengundang MA untuk duduk bersama memberikan penjelasan atas laporan pungli di pengadilan.

"Oktober sudah dua kali bersurat ke MA. Surat yang kami kirimkan untuk duduk bareng, di mana letak kesalahan yang diadukan masyarakat. Tapi sampai sekarang belum dibalas. Ini lembaga negara saja tak direspon apalagi masyarakat. Ombudsman punya 40 kasus yang belum tuntas karena MA lelet," terang Ninik.

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FHUI sebelumnya telah merilis hasil pemetaan praktik korupsi pada pelayanan publik di bidang administrasi perkara di lima pengadilan negeri di Indonesia.

Hasilnya masih ditemukan praktik pungutan liar di lima pengadilan negeri yang ada di Medan, Bandung, Malang, Yogyakarta, dan Banten.

Dari temuan MaPPI, para pelaku pungutan liar terhadap layanan pendaftaran surat kuasa dan biaya salinan putusan tersebut dilakukan oleh panitera pengganti dan panitera muda hukum.

Modus yang sering digunakan oleh oknum tersebut adalah dengan menetapkan biaya diluar ketentuan dan tidak dibarengi dengan tanda bukti bayar, serta tidak menyediakan uang kembalian, sebagai imbalan atau uang lelah dan memperlama layanan jika tidak diberikan tip atau uang yang diminta.

Misalnya untuk biaya pungutan surat kuasa berkisar antara Rp 10.000 hingga lebih dari Rp 100.000 per surat kuasa. Sedangkan untuk mendapatkan salinan putusan biaya dipatok muai dari Rp 50.000 hingga lebih dari Rp 500.000 per putusan.

MaPPI pun mendesak persoalan korupsi di peradilan tersebut segera dibersihkan oleh Mahkamah Agung. Sebab, praktik pungutan liar tersebut bertentangan dengan fungsi pengadilan sebagai lembaga pelayanan publik.

https://nasional.kompas.com/read/2017/12/08/16121901/marak-pungli-di-pengadilan-ombudsman-sebut-ma-enggan-berbenah

Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke