Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebebasan Sipil Masih Jadi Masalah dalam Indeks Demokrasi Indonesia

Kompas.com - 05/12/2017, 18:52 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aspek kebebasan sipil dinilai paling berpengaruh dalam menentukan tinggi atau rendahnya Indeks Demokrasi Indonesia.

Pelanggaran terhadap kebebasan sipil masih terjadi di beberapa tempat di Indonesia.

Hal itu terlihat dalam laporan Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2016 yang disampaikan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan di Hotel Kartika Chandra, Selasa (5/12/2017).

"Aspek kebebasan sipil menurun, disebabkan meningkatnya hambatan kebebasan berkumpul, berserikat dan diskriminasi," ujar Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik  (BPS) M Sairi Hasbullah.

Menurut Sairi, aspek kebebasan sipil pada 2016 sebesar 76,45 poin, atau turun 3,85 poin dibanding 2015. Meski demikian, angka tersebut termasuk dalam kategori sedang.

Dalam laporan Indeks 2016, ada sepuluh indikator yang terkait dengan kebebasan sipil. Menurunnya skor pada indikator berarti menguatnya ancaman dalam hal kebebasan sipil.

Pertama, ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah daerah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat. Angkanya turun dari 86,76 poin ke 82,35 poin.

Kedua, ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh warga masyarakat yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat. Angkanya tetap sebesar 85,85 poin.

Ketiga, ancaman atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berpendapat. Angkanya naik dari 65,32 poin ke 76,47 poin pada 2016.

Keempat, ancaman atau penggunaan kekerasan oleh unsur masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat. Angkanya naik dari 46,69 poin ke 50,74 poin.

Kelima, aturan tertulis yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat dalam menjalankan agamanya. Angkanya naik dari 80,43 poin ke 81,71 poin.

Keenam, ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan beragama masyarakat. Angkanya naik 80,79 ke 84,19 poin.

Ketujuh, ancaman atau penggunaan kekerasan dari sesama warga masyarakat yang menghambat kebebasan beragama. Angkanya turun dari 80,15 poin ke 80,00 poin.

Kedelapan, aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lain. Angkanya turun dari 83,82 poin ke 81,37 poin.

Selanjutnya, kesembilan, tindakan atau pernyataan pejabat pemda yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lain. Angkanya naik dari 88,97 poin ke 95,59 poin.

Terakhir, ancaman atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender, etnis atau yang lainnya. Angkanya turun dari 91,18 poin ke 87,75 poin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com