Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pergantian Ketua DPR Dinilai Lebih Baik Menunggu Hasil Munaslub Golkar

Kompas.com - 28/11/2017, 14:20 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menuturkan, penunjukan ketua baru DPR RI idealnya menunggu penunjukan ketua umum baru Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.

Menurut Ace, penunjukan Ketua DPR RI akan memiliki legitimasi yang lebih kuat jika ditunjuk oleh Ketua Umum, yang menggantikan Setya Novanto.

"Sebaiknya menunggu munaslub supaya proses penentuan Ketua DPR diajukan oleh kepemimpinan Partai Golkar yang definitif. Dan memiliki legitimasi yang kuat," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/11/2017).

Adapun Munaslub, kata Ace, setidaknya dapat digelar sebelum 2018. Sebab, Golkar memiliki agenda-agenda politik yang sudah dekat yakni Pilkada Serentak 2018.

(Baca juga: Sejumlah Fraksi Minta Ketua DPR Diganti, Apa Langkah Golkar?)

Namun, munaslub bisa saja digelar lebih cepat tanpa menunggu hasil praperadilan jika Novanto bersedia mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Mengenai hal itu, Ace belum mengetahui informasi terakhir, apakah Novanto bersedia mundur dari jabatannya.

Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto saat membawakan pidato pada acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (22/5/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto saat membawakan pidato pada acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (22/5/2017).
Meski begitu, Ace menilai pengunduran diri lebih elegan jika dilakukan oleh Novanto mengingat desakan yang sangat kuat dari internal.

"Memang sebaiknya di tengah desakan dari internal yang begitu sangat kuat dan di tengah beliau sedang menghadapi masalah hukum, mungkin sebaiknya menurut saya lebih elegan dengan sikap kenegarawanannya untuk mundur sebagai ketua umum," kata Ace.

(Baca juga: Banyak Faksi, Golkar Disarankan Gelar Munaslub untuk Redam Gejolak)

Sebelumnya, rapat pleno Partai Golkar pada 21 November 2017 menetapkan Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Golkar setelah Setya Novanto ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Meski berstatus tahanan KPK, namun Golkar tetap mempertahankan Novanto sebagai ketua umum dan menunggu hasil praperadilan yang diajukan Novanto. Begitu pula dengan status Novanto sebagai Ketua DPR.

Namun, sejumlah pihak mendesak Golkar untuk segera melaksanakan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) dan memilih ketua umum baru.

Ini termasuk pada posisi Ketua DPR. Sejumlah fraksi berharap Novanto diganti atau bersedia mengundurkan diri.

Kompas TV Pengurus DPP partai Golkar mengumpulkan DPD tingkat satu se-Indonesia untuk membahas desakan munas luar biasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com