Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abraham Samad Nilai Ada Ketidakadilan Sehingga Novanto Menang Praperadilan Pertama

Kompas.com - 27/11/2017, 13:23 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua KPK Abraham Samad menilai ada ketidakadilan yang terjadi sehingga Ketua DPR Setya Novanto bisa menang dalam gugatan praperadilan melawan KPK.

Hal ini disampaikan Samad dalam pidato sambutannya di acara pembukaan diklat penyuluh antikorupsi di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (27/11/2017).

Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam kasus e-KTP karena memenangi praperadilan tersebut.

"Kasus e-KTP kemarin dimenangkan di praperadilan, itu maka saya berani katakan bahwa peradilan itu berjalan tidak adil dan tidak fair," kata Samad.

Baca juga : Hasil Penelusuran ICW Terkait Rekam Jejak Hakim Praperadilan Novanto)

Menurutnya, KPK tidak sembrono dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Ia menegaskan, KPK menganut asas kehati-hatian dalam pemberantasan korupsi.

"KPK itu sangat ketat, dia punya asas prudent, jadi tidak akan mungkin dia dengan sembrono menetapkan sebuah kasus, meningkatkan sebuah kasus dari penyelidikan ke penyidikan," ujar Samad.

Oleh karenanya, Samad meminta publik meyakini bahwa dalam menetapkan tersangka di kasus e-KTP, KPK pasti sudah mengantongi bukti yang cukup.

"Ketika KPK menetapkan seseorang menjadi tersangka itu sudah pasti one hundred percent terpenuhi semua alat bukti, jadi jangan pernah Anda ragu bahwa kasus e-KTP itu akan mengalahkan KPK di praperadilan," ujar Samad.

(Baca juga : Wasekjen Golkar Jadi Saksi Meringankan Setya Novanto)

Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka di kasus e-KTP setelah memenangi gugatan praperadilan. Hakim tunggal praperadilan, Cepi Iskandar menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Novanto.

Dalam putusannya, hakim menyatakan penetapan tersangka Novanto oleh KPK dianggap tidak sah. Namun, ia kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 10 November 2017.

Dalam kasus ini, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK menduga, Novanto telah menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Dalam kasus ini, Novanto bersama pihak lain diduga mengakibatkan kerugian perekonomian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun, dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun.

Setelah ditetapkan kembali menjadi tersangka, Novanto mengajukan lagi gugatan praperadilan.

Kompas TV Ketua Harian Partai Golkar, Nurdin Halid, memastikan bahwa DPP akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa untuk mengganti Setya Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com