Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Poltracking: Elektabilitas Jokowi 53 Persen, Prabowo 33 Persen

Kompas.com - 26/11/2017, 16:18 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Joko Widodo dan Prabowo Subianto diprediksi akan bersaing ketat jika keduanya kembali berhadapan langsung (head to head) pada Pemilu Presiden 2019.

Hasil tersebut berdasarkan survei nasional Poltracking Indonesia terkait peta elektoral 2019.

Pada simulasi dua kandidat, elektabilitas Jokowi unggul dengan 53,2 persen, sedangkan Prabowo 33 persen.

"Jadi, data sementara yang paling memungkinkan baru bisa dua poros koalisi di 2019. Kecuali, ada dinamika. Dua capres yang paling potensial masih seperti 2014," ujar Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda AR saat menyampaikan rilis Poltracking di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2017).

(Baca juga: 10 Capres dengan Elektabilitas Tertinggi Menurut Survei PolMark)

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR saat menyampaikan rilis Poltracking di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR saat menyampaikan rilis Poltracking di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2017).
Namun, angka tersebut dianggap belum aman untuk Jokowi. Hanta kemudian menyampaikan hasil survei terkait kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi, yakni 68 persen.

Begitu pula dengan kepuasan terhadap Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan 64,8 persen.

Artinya, ada selisih sekitar 15 persen antara kepuasan kinerja dan elektabilitas Jokowi.

"Itu yang mungkin menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Pak Jokowi untuk menarik modal awal. Rumusnya, mestinya yang puas memilih kembali Pak Jokowi untuk kembali bertarung," tuturnya.

(Baca juga : Ditanya soal Kembali Jadi Capres, Prabowo Tertawa Sambil Tepuk Tangan)

Hal lainnya, elektabilitas Jokowi dianggap belum aman karena pemilu masih berlangsung pada 2019.

Jika mengacu pada elektabilitas presiden kelima RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jelang Pemilu 2009, angkanya mencapai 60 hingga 70 persen.

Dengan modal elektabilitas tersebut, SBY bisa memenangkan pemilu satu putaran.

"(Jokowi) secara elektabilitas potensial masih tinggi dari Pak Prabowo, tapi belum aman secara elektoral," kata Hanta.

(Baca juga : Hasil Survei Tunjukkan Tren Positif, Demokrat Yakini Kiprah AHY di 2019)

Posisi Jokowi, menurut dia, bisa terancam oleh kemuncilan "kuda hitam" jika ada penantang baru di luar Prabowo yang elektabilitasnya bisa melesat melebihi 10 persen.

Maka figur tersebut berpotensi menjadi calon presiden yang kuat.

"Tapi dari data survei, belum ada nama baru selain Jokowi dan Prabowo yang dua digit. Artinya belum ada potensi muncul kuda hitam. Kita tunggu sampai Agustus 2018," ujar dia.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com