Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarik Ulur di MKD Hanya untuk Setya Novanto...

Kompas.com - 22/11/2017, 18:11 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada yang berbeda dari tindak lanjut laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto. Bila biasanya Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa langsung memproses dugaan pelanggaran etik anggota dewan, maka kali ini lain cerita.

Novanto dilaporkan melakukan pelanggaran etik lantaran tidak bisa lagi melaksanakan tugas sebagai Ketua DPR seusai sumpah jabatan.  Maklum, ia kini sudah ditahan KPK akibat menjadi tersangka kasus korupsi KTP elektronik.

Namun, meski desakan publik sangat besar kepada MKD untuk mengambil langkah cepat dan tegas terkait Novanto, sikap lembaga tersebut justru mengundang tanda tanya baru.

Dalam dugaan pelanggaran etik Novanto, MKD memilih untuk menggelar rapat konsultasi terlebih dahulu dengan seluruh pimpinan fraksi partai di DPR sebelum melanjutkan dugaan pelanggaran etik Novanto.

Baca juga : Surat Sakti Setya Novanto dari Balik Jeruji Besi...

Diakui, MKD baru kali ini pihaknya memanggil para pimpinan fraksi sebelum menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran etik. MKD punya alasannya.

"Ya ini kan dugaan pelanggaran etiknya menyangkut kelembagaan DPR dan pimpinan DPR. Lebih bagus kami minta pandangan fraksi-fraksi itu secara bersamaan gitu loh,"  ujar Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad, Jakarta, Rabu (22/11/2017).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di ruang Mahkamah Kehormatan DPR, Jakarta, Jumat (15/9/2017).KOMPAS.com/ESTU SURYOWATI Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di ruang Mahkamah Kehormatan DPR, Jakarta, Jumat (15/9/2017).
"Memang selama ini enggak pernah baru ini laporan dugaan pelanggaran kode etik yang kemudian terkait dengan kelembagaan," sambung dia.

Namun kini persoalannya jadi kian pelik. Awalnya, MKD mengagendakan rapat konsultasi pada Selasa (21/11/2017), tetapi rapat itu batal lantaran tidak semua pimpinan fraksi bisa hadir.

Baca juga : Wapres Harap MKD Independen dalam Usut Dugaan Pelanggaran Novanto

MKD juga menolak para pimpinan fraksi diwakilkan. Alasannya, kata Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad, perwakilan fraksi bisa tidak mencerminkan sikap fraksi.

"Nanti repot," ujar Dasco di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Akibatnya, rapat konsultasi tidak kunjung dilakukan. Hal ini tentu saja membuat proses tindaklanjut dugaan pelanggaran etik Novanto jadi bertele-tele.

Dasco mengatakan kemungkinan rapat konsultasi akan digelar pekan depan. Sebab pekan ini beberapa pimpinan fraksi masih sibuk dan memiliki agenda di luar kota.

Soal kapan proses di MKD rampung, Dasco tidak bisa menjawab pasti. Tetapi ada kemungkinan, bila dilanjutkan, maka keputusan MKD bisa rampung setelah prapradilan Novanto. 

Padahal tidak hanya masyakarat, para politisi Senayan sendiri menyuarakan agar lembaga mengambil sikap tegas kepada Setya Novanto, yang menjadi tersangka kasus korupsi KTP elektronik.

"Secara pribadi MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) itu bisa mengambil keputusan demi rakyat," ujar anggota Komisi I DPR Roy Suryo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/11/2017).

Baca juga : GMPG: Golkar dan DPR Seolah Milik Pribadi Novanto

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com