- 29 September
Setelah menjalani serangkaian sidang, Hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permohonan Novanto.
Penetapan Novanto sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah alias batal. Hakim juga meminta KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Novanto.
Hakim Cepi beralasan, penetapan tersangka Setya Novanto tidak sah karena dilakukan di awal penyidikan, bukan di akhir penyidikan.
Hakim juga mempermasalahkan alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat Novanto.
Sebab, alat bukti itu sudah digunakan dalam penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis di pengadilan.
- 2 Oktober
Tiga hari pascaputusan praperadilan itu, Novanto langsung sembuh dari berbagai penyakitnya dan keluar dari Rumah Sakit. Namun, Novanto disebut masih menjalani pemulihan di rumah.
- 11 Oktober
Sepekan kemudian, Novanto sudah bisa bekerja. Ia memimpin rapat Partai Golkar.
Golkar yang sempat bergejolak karena Novanto yang sakit dan jadi tersangka KPK kini kembali solid.
- 30 Oktober, 6 November dan 13 November
Meski status tersangkanya sudah dibatalkan, namun KPK tetap memeriksa Novanto sebagai saksi untuk tersangka kasus E-KTP Anang Sugiana Sudiharjo.
Namun, Novanto tak hadir karena beralasan KPK harus mengantongi izin Presiden.
- 10 November
KPK mengumumkan kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus E-KTP. Surat perintah penyidikan atas nama tersangka Setya Novanto sudah terbit sejak 31 Oktober 2017.
- 15 November
Novanto kembali mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada hari yang sama, KPK kembali memanggil Novanto, namun kali ini sebagai tersangka.
Novanto kembali tidak hadir karena alasan KPK belum mengantongi izin Presiden Joko Widodo untuk memeriksa dirinya.
Pada siang itu juga, Presiden Jokowi akhirnya merespons. Jokowi meminta KPK atau pun Novanto berpegang sesuai aturan perundang-undangan yang ada.
Pasal 245 Ayat 1 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang sudah diuji materi Mahkamah Konstitusi memang mensyaratkan pemeriksaan anggota DPR harus seizin presiden.
Namun, Pasal 245 Ayat 3 menyatakan bahwa ketentuan Ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana khusus, termasuk korupsi.
Lalu pada malam itu juga, KPK mendatangi kediaman Novanto untuk melakukan jemput paksa. Namun, upaya penjemputan gagal karena Novanto tak ada di rumah.
Beberapa jam sebelum KPK tiba, Novanto dijemput orang tak dikenal. KPK menghimbau Novanto untuk menyerahkan diri.
(baca: Video: Detik-detik Kedatangan Novanto di Gedung KPK dengan Rompi Baru)