Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan Pengacara Setya Novanto Dinilai Bikin Bingung Publik

Kompas.com - 18/11/2017, 13:40 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti melihat taktik yang dilakukan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, merupakan taktik standar yang dilakukan para advokat untuk mengulur waktu. Salah satunya adalah menolak menandatangani berita acara penahanan.

Namun, karena kasus Novanto menjadi sorotan publik, Bivitri merasa prihatin karena pernyataan-pernyataan Fredrich menimbulkan kebingungan di publik.

"Keprihatinan saya sebagai orang hukum, publik seperti diombang-ambing oleh tim advokat Setya Novanto," kata Bivitri dalam sebuah acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11/2017).

Misalnya, soal Novanto yang tak memenuhi undangan pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi karena menilai pemanggilan terhadapnya membutuhkan izin Presiden.

Menurut Bivitri, ada publik yang sempat berkomentar agar KPK mengalah saja dan meminta persetujuan Presiden untuk memanggil Novanto.

Baca juga: Karangan Bunga untuk Setya Novanto Dirusak Orang Tak Dikenal

Padahal, kata Bivitri, secara aturan hukum hal tersebut sudah jelas bahwa KPK tak perlu mengantongi izin Puntuk memanggil Novanto.

"Persoalan kemarin tidak mau dipanggil karena tidak ada tanda tangan Presiden. Itu clear, jangan tanya saya, mahasiswa hukum saja itu clear sekali tidak perlu," kata dia.

Kuasa Hukum Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi menunjukkan foto Setya Novanto sedang dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta, Kamis (16/11/2017) malam. Setya Novanto yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik dan tengah dicari Komisi Pemberantasan Korupsi itu mengalami kecelakaan tunggal di kawasan Permata Hijau.KOMPAS/DANU KUSWORO Kuasa Hukum Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi menunjukkan foto Setya Novanto sedang dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta, Kamis (16/11/2017) malam. Setya Novanto yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik dan tengah dicari Komisi Pemberantasan Korupsi itu mengalami kecelakaan tunggal di kawasan Permata Hijau.

Secara konseptual, anggota DPR memang memiliki hak imunitas dalam rangka menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai anggota Dewan. Misalnya, mengkritisi kebijakan menteri atau pejabat negara lainnya.

Namun, hal itu berbeda jika seorang anggota Dewan melakukan tindak pidana.

Baca juga: Kecelakaan yang Membuat Setya Novanto Batal Menghuni Hotel Prodeo

Kemudian, ada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 disebutkan bahwa izin Presiden tak berlaku jika seorang anggota DPR melakukan tindak pidana khusus seperti korupsi.

"Yang khusus itu yang diatur di luar KUHP. Seperti korupsi, terorisme. Itu sangat jelas," tuturnya.

Dalam hal ini, Bivitri meminta KPK betul-betul tegas melaksanakan kewenangannya. Kasus ini menjadi momentum untuk memberi pesan penting bagi masyarakat Indonesia bahwa tak ada "the intouchable" atau orang-orang yang tak bisa disentuh.

"KPK harus tegas. KPK mempunyai kewenangan yang jelas untuk melakukan segala upaya yang dimungkinkan mulai dari penahanan, penuntutan, sampai putusan akhirnya," kata Bivitri.

Baca juga: Cara Polisi Kuak Kebenaran Kasus Kecelakaan Setya Novanto...

Ketua DPR Setya Novanto dibawa keluar dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta, Jumat (17/11/2017). Setya Novanto dibawa ke RSCM untuk tindakan medis lebih lanjut.ANTARA FOTO/WIBOWO ARMANDO Ketua DPR Setya Novanto dibawa keluar dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta, Jumat (17/11/2017). Setya Novanto dibawa ke RSCM untuk tindakan medis lebih lanjut.

KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka pada Jumat (10/11/2017).

Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Baca juga: Golkar Gelar Rapat Pleno Pekan Depan, Khusus Bahas Setya Novanto

Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Saat ini, Novanto sudah berstatus tahanan KPK meski Novanto masih dirawat di rumah sakit karena mengalami kecelakaan pada Kamis (16/11/2017) malam.

Kompas TV Empat saksi tengah menjalani pemeriksaan terkait kecelakaan yang menimpa Setya Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Nasional
Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Nasional
TNI AL Latihan Pendaratan Amfibi di Papua Barat, Libatkan 4 Kapal Perang

TNI AL Latihan Pendaratan Amfibi di Papua Barat, Libatkan 4 Kapal Perang

Nasional
Tengah Fokus Urus Pilkada, Cak Imin Bilang Jatim Bakal Ada Kejutan

Tengah Fokus Urus Pilkada, Cak Imin Bilang Jatim Bakal Ada Kejutan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com