JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menilai ada kecenderungan bahwa calon legislator perempuan yang lolos ke lembaga DPR/DPRD hanyalah mereka yang populer.
Hal ini disampaikan Arief dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung MK, Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Dalam perkara 60/PUU-XV/2017 ini, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mempermasalahkan Pasal 173 Ayat (2) Huruf e dalam Undang-Undang Pemilu yang mensyaratkan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen pada kepengurusan parpol tingkat pusat.
PSI menilai, harusnya syarat keterwakilan perempuan 30 persen itu juga berlaku di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
(Baca juga: 30 Persen Keterwakilan Perempuan di Parpol Diharapkan hingga Kabupaten)
Partai yang dipimpin Grace Natalie ini pun menghadirkan Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini sebagai ahli dalam sidang.
Titi lantas menjelaskan bahwa keterwakilan perempuan sangat penting di parlemen, terutama dalam pengambilan keputusan terkait isu-isu yang berkaitan langsung dengan perempuan.
"Malah sekarang yang terjadi hasil penelitian perempuan yang masuk di lembaga perwakilan hanyalah perempuan yang populer," kata Arief.
(Baca juga: UU Pemilu Dikhawatirkan Kurangi Keterwakilan Perempuan)
Karena hanya menang populer, lanjut Arief, perempuan yang lolos ke parlemen itu justru tidak bisa menyuarakan hak-hak perempuan seperti yang diharapkan Titiek.
"Mereka tidak bisa bersuara apa-apa karena mereka hanya populer. Contohnya, saya tidak usah menyebut profesinya apa. Tapi ini yang populer saja, setelah ada di situ tidak punya kompetensi kapabilitas," ucap Arief.
(Baca juga: Caleg Perempuan Terpilih DPR Periode 2014-2019 Menurun)
Sementara, Sekjen PSI Raja Juli Antoni tidak sepakat dengan pendapat Arief. Menurut dia, banyak juga laki-laki yang bermodalkan popularitas masuk ke parlemen.
Antoni mengatakan, hal yang terpenting adalah proses kaderisasi baik terhadap laki-laki atau perempuan.
"Sebenarnya, to be honest ya, yang tidak berkualitas itu tidak hanya perempuan seperti yang dikatakan hakim tadi. Laki-lakinya juga tidak berkualitas kok," kata Antoni kepada wartawan usai persidangan.