JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengusulkan keterwakilan 30 persen perempuan dalam kepengurusan partai politik juga berlaku di tingkat provinsi dan kabupaten.
Langkah tersebut dinilai dapat menjawab minimnya keterwakilan perempuan dalam politik di Indonesia.
"Upaya ini tentu akan mendorong perempuan hadir di ranah struktur partai untuk kemudian menjawab kendala tak memadainya suplai kader perempuan," kata Titi di kantor Sekretariat Bersama Kodifikasi UU Pemilu, Jakarta, Senin (28/11/2016).
(Baca juga: Caleg Perempuan Bisa Bertambah jika Ada Penyelenggara Pemilu Perempuan)
Saat ini, ketentuan keterwakilan perempuan dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 pasal 8 ayat 2 huruf e.
Dalam pasal tersebut diakomodasi keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen pada kepengurusan partai tingkat pusat sebagai syarat peserta pemilu.
Ketentuan yang sama juga masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu pasal 143 ayat 2.
Menurut Titi, kualitas politisi perempuan dapat ditingkatkan dengan mendorong perempuan hadir dalam struktur kepengurusan harian partai.
Dengan demikian, politisi perempuan dapat terlibat dalam setiap kebijakan dan pengambilan keputusan di internal partai.
"Partai memiliki pekerjaan rumah untuk meningkatkan kehadiran perempuan. Partai dituntut untuk tidak lagi mencalonkan perempuan dengan elektabilitas tinggi tapi juga perempuan yang berkualitas," ucap Titi.
(Baca juga: Caleg Perempuan Terpilih DPR Periode 2014-2019 Menurun)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Anggota Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian. Hetifah menilai, keterwakilan perempuan harus dimulai dari keinginan partai.
"Partai jangan hanya mengandalkan perempuan sebagai juru kampanye dan pemilih, tapi dalam proses rekrutmen caleg dan penetapan nomer urut, perempuan juga harus diperhatikan," ujar Hetifah.