Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Panjang Warga Penghayat Kepercayaan atas Pengakuan Negara

Kompas.com - 08/11/2017, 10:58 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga penghayat kepercayaan bersukacita setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Mereka mengajukan uji materi Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-Undang Nomor Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk).

Mereka saling bersalaman dan mengucapkan selamat usai Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusannya.

Bahkan, beberapa pengunjung dan wartawan yang meliput sidang ikut menyalami warga penghayat kepercayaan yang datang ke Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).

(baca: MK: Hak Penganut Kepercayaan Setara dengan Pemeluk 6 Agama)

Arnol Purba, salah seorang penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak asal Sumatera Utara mengungkapkan rasa gembiranya usai sidang.

Ia mengaku, senang sebab akhirnya pemerintah mengakui kepercayaan yang dianutnya dan membuat kesempatan bagi anak-anaknya untuk melamar pekerjaan terbuka lebar.

"Kami sangat senang karena telah tercapainya kepercayaan itu diakui pemerintah dan ruang lingkupnya, untuk kesempatan pekerjaan bagi anak-anak saya telah terbuka," ujar Arnol saat ditemui usai sidang di MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).

Selama ini, para penghayat kepercayaan seperti Sunda Wiwitan, Batak Parmalim, Ugamo Bangsa Batak dan Sapto Darmo mengalami diskriminasi dalam mengakses layanan publik. Pasalnya, kolom agama dalam KK dan KTP mereka dikosongkan.

Hal itu berdampak pada sulitnya mengurus hak-hak sipil politik, seperti melamar pekerjaan, menikah dan mengakses layanan publik lainnya.

Dengan adanya putusan MK tersebut, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui oleh pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengapresiasi putusan MK yang memulihkan hak asasi warga penghayat kepercayaan.

Menurut Isnur, putusan tersebut merupakan kemenangan warga penghayat kepercayaan setelah perjuangan mereka selama puluhan tahun.

"Kita harus apresiasi putusan MK, ya itu perjuangan mereka puluhan tahun. YLBHI selama ini mendampingi mereka yang enggak punya akses KTP, kartu keluarga dan mereka dipaksa memilih agama. Itu kan sejarah orde baru. Ini perubahan luar biasa di mana penghayat kepercayaan diakui dan bisa dituliskan di kolom KTP dan KK," ucapnya.

Isnur berharap, setelah terbitnya putusan MK tersebut, negara benar-benar memastikan semua turunan peraturan perundang-undangan menghormati hak sipil politik warga penghayat kepercayaan.

"Kedepannya negara harus memastikan semua turunan UU juga menghormati hak mereka. Enggak ada lagi istilah mereka dipaksa memilih agama yang enam itu. Mereka tak lagi bisa dihalang-halangi untuk melamar pekerjaan, ke bank dan akses perumahan karena mereka penganut kepercayaan, " kata Isnur.

Putusan MK

Dalam putusannya, Majelis Hakim MK berpendapat bahwa kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.

Artinya, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang diakui pemerintah, dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan.

"Majelis Hakim mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk aliran kepercayaan," ujar Arief.

(baca: MK: Kolom Agama di KTP dan KK Dapat Ditulis "Penghayat Kepercayaan")

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com