JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga penghayat kepercayaan tidak bisa menyembunyikan wajah sukacita setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-Undang Nomor Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk).
Mereka saling bersalaman dan mengucapkan selamat usai ketua MK Arief Hidayat membacakan putusannya.
Bahkan beberapa pengunjung dan wartawan yang meliput sidang ikut menyalami warga penghayat kepercayaan yang datang ke gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).
(Baca juga : Penganut Aliran Kepercayaan Diakui Dalam Administrasi, Diharapkan Tak Ada Lagi Diskriminasi)
Arnol Purba, salah seorang penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak asal Sumatera Utara mengungkapkan rasa gembiranya usai sidang.
Ia mengaku senang sebab akhirnya pemerintah mengakui kepercayaan yang dianutnya itu dan membuat kesempatan bagi anak-anaknya untuk melamar pekerjaan terbuka lebar.
Dengan adanya putusan MK tersebut penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui oleh pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan.
Selain itu MK menyatakan bahwa status penghayat kepercayaan dapat dicantumkam dalam kolom agama di Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianutnya.
Menurut Majelis Hakim, hal tersebut diperlukan untuk mewujukan tertib administrasi kependudukan mengingat jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam.
Selama ini, para penghayat kepercayaan seperti Sunda Wiwitan, Batak Parmalim, Ugamo Bangsa Batak dan Sapto Darmo mengalami diskriminasi dalam mengakses layanan publik, sebab kolom agama dalam KK dan KTP mereka dikosongkan.
Permohonan uji materi diajukan oleh Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016.
Para pemohon sebelumnya menilai ketentuan di dalam UU Adminduk itu dinilai tidak mampu memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak yang sama kepada penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau penghayat, selaku warga negara.
Dalam permohonannya, Nggay dan kawan-kawan meminta Majelis Hakim MK menyatakan Pasal 61 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945.
Alasan pemohon, pasal-pasal yang diuji itu tidak mengatur secara jelas dan logis sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan melanggar hak-hak dasar yang dimiliki warga negara.
Berikut video suasana saat sidang berlangsung dan reaksi sejumlah penghayat kepercayaan usai pembacaan putusan:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.