Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Ahli, KPK dan POM TNI Seharusnya Bentuk Tim Koneksitas

Kompas.com - 07/11/2017, 14:01 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya tidak menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembelian heli Agustawestland 101.

Menurut Chairul, dalam hal terdapat perkara yang berada di wilayah peradilan militer dan peradilan umum, maka harus dibentuk tim koneksitas bersama.

Hal itu dikatakan Chairul dalam sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2017).

"Dalam perkara koneksitas, penetapan tersangka oleh tim koneksitas, tidak boleh KPK. Hanya KPK memiliki wewenang dalam melakukan koordinasi," ujar Chairul Huda dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa.

Baca: Panglima TNI: Penyidikan Internal Kasus Heli AW 101 Tetap Berjalan

Chairul mengatakan, pembentukan tim koneksitas bisa memberikan perlindungan kepada warga sipil atau militer untuk memeroleh hak dan kepentingan dalam bidang hukum. Misalnya, saat perkara tindak pidana militer melibatkan pihak sipil.

"Kalau POM TNI bisa menyita barang sipil, di mana orang bisa persoalkan? Karena di pengadilan militer enggak ada praperadila. Sedangkan, tim koneksitas masuk wilayah pengadilan negeri," kata Chairul.

Dalam kasus ini, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dia sebagai tersangka oleh KPK.

Salah satu aspek yang dipersoalkan dalam gugatan praperadilan adalah mekanisme koneksitas dalam penanganan perkara yang diduga melibatkan sipil dan militer.

Dalam kasus ini, TNI menetapkan lima orang tersangka dari jajarannya. Sementara, KPK hanya menetapkan satu tersangka, yakni Irfan, sebagai pihak swasta.

Baca juga : POM TNI Tak Mau Gegabah dalam Kasus Helikopter Agustawestland

Pembelian helikopter ini bermasalah karena adanya dugaan penggelembungan dana dalam pembelian helikopter tersebut.

Awalnya, pengadaan dikhususkan pada heli jenis VVIP untuk keperluan presiden.

Anggaran untuk heli tersebut senilai Rp 738 miliar. Meski ditolak oleh Presiden Joko Widodo, pembelian heli tetap dilakukan.

Jenis heli diubah menjadi heli untuk keperluan angkutan. Selain itu, heli yang dibeli tersebut tidak cocok dengan spesifikasi yang dibutuhkan TNI Angkatan Udara.

Misalnya, heli tidak menggunakan sistem rampdoor. Hasil perhitungan sementara ditemukan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar tersebut.

Kompas TV Bahas Korupsi Helikopter, Panglima TNI Bertemu Ketua KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com