Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persoalan Kesejahteraan Tak Bisa Jadi Alasan Hakim Berselingkuh

Kompas.com - 19/10/2017, 04:04 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan berpendapat bahwa tingkat kesejahteraan tidak bisa dijadikan alasan bagi hakim yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim, khususnya terkait perselingkuhan.

Berdasarkan catatan Komisi Yudisial (KY), sejak 2009 terdapat 48 kasus pelanggaran kode etik hakim. Sebanyak 23 kasus menyangkut gratifikasi dan 16 kasus adalah perselingkuhan.

"Sebenarnya rendahnya gaji hakim tidak bisa jadi alasan berselingkuh. Kalau berselingkuh itu kan high cost (biaya tinggi)," ujar Maruarar dalam diskusi di Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2017).

Menurut Maruarar, gaji atau pendapatan total hakim saat ini sudah lebih tinggi jika dibandingkan pada masa dirinya baru menjadi hakim.

"Gaji hakim sekarang sudah lebih tinggi dibandingkan dulu saat saya menjadi hakim pertama kali," ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menilai gaya hidup yang berlebihan menjadi faktor yang cukup berpengaruh pada kasus-kasus pelanggaran kode etik hakim.

"Jadi hentikanlah itu gaya hidup yang tak perlu. saya setuju sebagai kultur yang harus dihentikan. Enggak usah tiru-tiru orang-orang di birokrasi. Profesi hakim kan profesi yang mulia," ucap dia.

(Baca juga: Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama Diberhentikan dengan Hormat)

Suparman mengatakan, jika dilihat lebih cermat kasus pelanggaran kode etik, khususnya terkait perselingkuhan, sudah sering terjadi sebelum adanya kenaikan gaji hakim pada tahun 2012.

"Tidak ada kaitannya gaji dengan perselingkuhan. Sebelum gaji naik, kasus perselingkuhan itu sudah banyak," kata Suparman.

Sebelumnya, Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan hormat kepada Abdul Rahman (33) karena terbukti melanggar kode etik hakim, yakni berselingkuh.

Abdul merupakan salah satu hakim di Pengadilan Agama kota Labuha Bacan, Kabupten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.

Sidang Majelis Kehormatan Hakim atau sidang kode etik di gedung Wiryono Prodjodikoro, MA, Jakarta Pusat, Selasa (17/10/2017).

Ketua Majelis Hakim Jaja Ahmad Jayus mengatakan, sistem promosi, mutasi dan tingkat kesejahteraan hakim menjadi faktor yang menyebabkan pelanggaran hakim.

"Soal kesejahteraan ini bukan hanya soal gaji, melainkan soal kedekatan keluarga juga. Misalnya seorang hakim pengadilan tingkat pertama yang ditempatkan di Jayapura sementara anak istrinya di Pandeglang, Banten, apakah cukup gajinya. Tentu tidak cukup atau habis di ongkos jika dia ingin mengunjungi keluarganya di tempat yang jauh," ujar Jaja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com