Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oknum Hakim Kembali Tertangkap, Reformasi Penegak Hukum Dinilai Gagal

Kompas.com - 08/10/2017, 10:57 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Bertambahnya oknum hakim yang tertangkap dalam operasi tangkap tangan terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono disebut sebagai kegagalan reformasi aparat penegak hukum.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai reformasi kehakiman hanya berhasil pada level pembuatan regulasi, khususnya dalah hal memperkuat sistem pengawasan.

"Tetapi reformasi dalam lingkup budaya hukum aparat penegak hukum di kekuasaan kehakiman, reformasinya gagal total," ujar Fickar, melalui keterangan tertulis, Minggu (8/10/2017).

"Terutama pada mental dan moralnya sehingga budaya korupnya tidak akan pernah hilang. Bahkan sistemik atau melembaga," lanjut dia.

(baca: Aditya Moha, Kader Muda Golkar yang Terjerumus Dugaan Suap Hakim)

Fickar mengatakan, penangkapan Sudiwardono merupakan contoh ironi dari upaya reformasi itu. Pejabat selevel ketua pengadilan yang semestinya menjadi teladan dalam keadilan malah menjadi pelaku korupsi.

Selain itu, Fickar juga menganggap sistem pengawasan internal dan Komisi Yudisial masih belum optimal.

"Sudah tidak bisa mendeteksi dan bekerja dengan baik karena kejadian terus berulang," kata Fickar.

Di samping itu, perilaku kotor oknum hakim juga mencoreng citra hakim-hakim lain yang bersih. Menurut dia, baik atau buruknya dunia peradilan yang tercermin dari putusan hukum ya akan tergantung pada moral dan mental para hakim.

Secara sosiologis, kata Fickar, perilaku oknum penegak hukum peradilan menemukan sisi pembenaran. Banyak kegiatan kantor pengadilan butuh dana besar yang tidak mungkin ditutup seluruhnya oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Misalnya, sebut Fickar, turnamen golf atau tenis, kegiatan pesta dharma wanita peradilan, pesta penyambutan tamu, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut membutuhkan biaya besar yang tidak mungkin diusulkan melalui anggaran resmi.

"Bahkan, dalam suatu diskusi eksaminasi, terungkap ada seorang oknum hakim yang menangani perkara yang sedang dieksaminasi bolak balik Jakarta-Singapura 18 kali dalam sebulan," kata Fickar.

Fickar menambahkan, upaya minimal yang bisa dilakukan Mahkamah Agung yakni dengan melarang kegiatan-kegiatan berbiaya tinggi agar tidak mendorong pejabat peradilan melakukan korupsi. Baik korupsi untuk dirinya sendiri maupun untuk tanggungjawab pada organisasinya.

Fickar juga meminta agara para pejabat Mahkamah Agung memberikan teladan kepada bawahan agar tidak bergaya hidup berlebihan. Gaji pejabat aparat penegak hukum peradilan terukur, sehingga mudah untuk mengenali mana pejabat yang korup dan tidak.

"Karna itu pula budaya malu harus dikembangkan oleh hakim-hakim dan pejabat MA agar bisa diteladani oleh hakim hakim peradilan di bawahnya," kata Fickar.

Terkait penangkapan Sudiwardono, dia diduga menerima sejumlah uang dari politisi Partai Golkar, Aditya Moha.

Pemberian suap tersebut diduga untuk mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Boolang Mongondow dengan terdakwa Marlina Mona Siahaam, ibu Aditya Moha yang menjabat sebagai Bupati Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2011.

KPK telah menetapkan Aditya Moha dan Sudiwardono sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ini.

Sebagai tersangka penerima suap, Sudiwardono disangkakan Pasal 12 Huruf a atau b atau c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kompas TV Politisi Golkar Aditya Moha diduga menyuap hakim agar ibunya bebas di tingkat banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com