Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sebulan 7 Kader Ditangkap KPK, Golkar Perlu Refleksi Total"

Kompas.com - 07/10/2017, 13:41 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Pemenangan Pemilu Indonesia I DPP Partai Golkar, Bobby Adhitio Rizaldi, mengaku bahwa banyaknya kader partai yang tersangkut kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memengaruhi angka elektoral partai.

Beberapa waktu lalu, Golkar menyampaikan bahwa ada tujuh kadernya yang ditangkap KPK dalam sebulan terakhir.

"Di tahun politik seperti ini kerja partai untuk meningkatkan elektabilitas memang sangat berpengaruh terhadap hal-hal yang sifatnya seperti OTT (Operasi Tangkap Tangan) atau pelanggaran-pelanggaran tersebut," kata Bobby seusai acara diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (6/10/2017).

Dalam pemetaan pencalonan legislatif, Bobby menyampaikan, pihaknya sedang menyisir calon-calon yang berintegritas dan memiliki kapasitas elektoral yang kuat. Calon tersebut juga diharapkan mampu membawa citra partai lebih baik dari saat ini.

(Baca juga: Bupati Rita: Saya Akan Sampaikan pada Dunia, Saya Tidak Korupsi)

Bobby mengakui, adanya penurunan elektabilitas partai dari hasil sejumlah lembaga survei. Pada survei di tahun 2016, misalnya, elektabilitas Golkar berkisar 14 persen. Sedangkan hasil survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa elektabilitas Golkar 11,4 persen.

"Efek itu ada tapi alhamdulillah kami masih bertahan," tutur Anggota Komisi I DPR itu.

Korbid Pemenangan Pemilu Indonesia I, Jawa, Sumatera DPP Partai Golkar, Nusron Wahid menilai perlu ada bebenah total yang dilakukan oleh partainya agar jauh dari kesan koruptif.

"Golkar perlu refleksi total mengenai perilaku politik kader. Ini kan dalam waktu satu bulan tujuh yang ketangkap KPK," kata Nusron di sela rapat internal partai di Hotel The Sultan, Jakarta, Kamis (5/10/2017).

Nusron menambahkan, Golkar memiliki jargon "Suara Golkar, Suara Rakyat". Sedangkan ketika pihaknya meminta data presentasi dari banyak lembaga survei, kehendak rakyat adalah menginginkan partai politik yang mendukung pemerintahan bersih.

Golkar, lanjut dia, perlu refleksi total agar betul-betul mencerminkan kehendak dan aspirasi rakyat.

 

Kompas TV Hal ini memicu dugaan akan ada pergantian pejabat berlambang beringin tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com