Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Effendi Ghazali Ajukan Uji Materi soal "Presidential Threshold"

Kompas.com - 18/09/2017, 23:25 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali tidak setuju dengan aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold. Menurut dia, ketentuan tersebut bisa merugikan hak politik masyarakat.

"Kan jelas ada kerugian nyata yang sudah terjadi. Ada kerugian potensial, kerugian potensial kan misalnya ada calon pilihan kita jadi terbatas," kata Effendi saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (18/9/2017).

Menurut Effendi, jika bicara pilihan politik dan sistem demokrasi, maka sedianya masyarakat disuguhkan berbagai macam calon pemimpin. Sehingga, masyarakat bisa memilih calon pemimpin yang dianggap memiliki kapasitas mumpuni.

"Demokrasi kan intinya banyak atau memadainya calon-calon. Masa demokrasi calon tunggal, itu kan susah dibayangkan," kata dia.

 

(Baca juga: Yusril Akui Uji Materi "Presidential Threshold" Berat)

Menurut Effendi, ambang batas pilpres juga tidak tepat karena Pemilu 2019 dilaksanakan secara serentak.

Jika dipaksakan dengan cara mengacu pada hasil perolehan pemilu sebelumnya, yakni pemilu 2014, maka hal ini pun melanggar hak politik publik.

Sebab, pada Pemilu 2014 lalu publik tidak pernah tahu bahwa hak politiknya saat itu akan digunakan juga untuk kepentingan politik 2019.

"Waktu saya memilih pada tahun 2014 kan enggak dikasih tahu kalau ini akan digunakan untuk presidential treshold. Kalau enggak dikasih tahu, berarti itu manipulatif, membohongi kita," kata Effendi.

Ia melanjutkan, lantaran adanya sejumlah persoalan terkait aturan ambang batas, maka dirinya mengajukan gugatan ke Mahakamah Konstitusi untuk dilakukan pengujian norma Pasal 222 dalam Undang-Undang Pemilu.

Sebelumnya, sejumlah pihak sudah lebih dahulu mengajukan gugatan terhadap pasal tersebut. Di antaranya, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, sejumlah advokat yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dan Partai Idaman.

Selain itu, ada juga mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI (KPU), Hadar Nafis Gumay bersama  dua lembaga sosial masyarakat, yakni Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) juga mengajukan gugatan yang sama.

Kompas TV Paripurna RUU Pemilu Alot Soal "Presidential Threshold"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Dinilai Tetap Akan Miliki Pengaruh pada Pilkada 2024, Gibran Akan 'All Out'

Jokowi Dinilai Tetap Akan Miliki Pengaruh pada Pilkada 2024, Gibran Akan "All Out"

Nasional
Duga Jadi Sasaran KPK, Megawati Dinilai Lempar Sinyal Sudah Tak Sejalan dengan Pemerintah

Duga Jadi Sasaran KPK, Megawati Dinilai Lempar Sinyal Sudah Tak Sejalan dengan Pemerintah

Nasional
Perayaan Tahun Baru Islam, Menag Berharap Jadi Inspirasi untuk Perbaikan Diri

Perayaan Tahun Baru Islam, Menag Berharap Jadi Inspirasi untuk Perbaikan Diri

Nasional
Kisruh Sirekap, Ketua Komisi II DPR  Usul Negara Siapkan Gawai untuk KPPS pada Pilkada 2024

Kisruh Sirekap, Ketua Komisi II DPR Usul Negara Siapkan Gawai untuk KPPS pada Pilkada 2024

Nasional
Kaesang Digadang-gadang Maju Pilkada Jakarta, Peneliti BRIN: Ini Bukan Kelas Berat Lawan Kelas Bulu...

Kaesang Digadang-gadang Maju Pilkada Jakarta, Peneliti BRIN: Ini Bukan Kelas Berat Lawan Kelas Bulu...

Nasional
Jelang Pilkada, Sirekap KPU Diminta Lebih Cerdas dan KPPS Bisa Koreksi Data

Jelang Pilkada, Sirekap KPU Diminta Lebih Cerdas dan KPPS Bisa Koreksi Data

Nasional
Kapolda Sumbar Dinilai Tak Terima Kritik Terkait Kasus Kematian Afif Maulana

Kapolda Sumbar Dinilai Tak Terima Kritik Terkait Kasus Kematian Afif Maulana

Nasional
DPR: Jika KPU Gagal Jelaskan soal Sirekap, Tak Usah Pakai di Pilkada

DPR: Jika KPU Gagal Jelaskan soal Sirekap, Tak Usah Pakai di Pilkada

Nasional
DPR Bakal Panggil KPU Bahas Evaluasi Sirekap Jelang Pilkada 2024

DPR Bakal Panggil KPU Bahas Evaluasi Sirekap Jelang Pilkada 2024

Nasional
Sentil Kaesang, Peneliti BRIN: Karier Itu Tak Bisa Lompat, Pak Jokowi Saja Mulai dari Solo Dulu

Sentil Kaesang, Peneliti BRIN: Karier Itu Tak Bisa Lompat, Pak Jokowi Saja Mulai dari Solo Dulu

Nasional
Mencari Demokrasi Indonesia

Mencari Demokrasi Indonesia

Nasional
Jadwal Kegiatan Paus Fransiskus Saat Berkunjung ke Indonesia

Jadwal Kegiatan Paus Fransiskus Saat Berkunjung ke Indonesia

Nasional
SYL Bacakan Pleidoi: Menangis, Minta Dibebaskan hingga Putar Video Arahan Jokowi

SYL Bacakan Pleidoi: Menangis, Minta Dibebaskan hingga Putar Video Arahan Jokowi

Nasional
Pihak SYL Ingin Pejabat Kementan Jadi Tersangka Suap, Jaksa KPK: Pengakuan Adanya Korupsi

Pihak SYL Ingin Pejabat Kementan Jadi Tersangka Suap, Jaksa KPK: Pengakuan Adanya Korupsi

Nasional
Klarifikasi soal Jokowi Sodorkan Kaesang, Sekjen PKS: Bukan Menyerang Pribadi atau Pihak Tertentu

Klarifikasi soal Jokowi Sodorkan Kaesang, Sekjen PKS: Bukan Menyerang Pribadi atau Pihak Tertentu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com