JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi III DPR Aziz Syamsuddin meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap menjaga privasi seseorang dalam mengusut kasus-kasus korupsi.
Sebab, terkadang pihak-pihak yang dipanggil KPK bukan pihak yang berperkara, namun hanya dimintai sedikit keterangan.
Namun, menurut dia, hal itu sudah cukup menghancurkan elektabilitas dan kredibilitasnya. Terutama jika pemanggilan terjadi jelang Pilkada.
“Bisa tidak, dalam proses melakukan klarifikasi, kerahasiaannya juga dijaga. Karena pada saat belum masuk projustisia (penyelidikan dan penyidikan), proses klarifikasi kan meminta keterangan untuk melakukan klarifikasi,” ucap Aziz dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR bersama Pimpinan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2017).
(baca: Presiden, Jaksa Agung, dan Usulan Amputasi Kewenangan KPK...)
Aziz menambahkan, seringkali hal ini dimanfaatkan untuk kepentingan pilkada, sehingga terkadang laporan hanya untuk mengekspos seseorang masuk dan keluar gedung KPK.
Meskipun pemeriksaannya tak lama, namun berita bisa dimainkan hingga berminggu-minggu.
“Elektabilitas calon pilkada akan terganggu,” tutur Politisi Partai Golkar itu.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan bahkan mengusulkan agar usulan tersebut bisa menjadi salah satu simpulan rapat.
(baca: Curhat Politisi Demokrat, Batal Jadi Gubernur Setelah Dipanggil KPK)
Ia menyampaikan, penetapan calon kepala daerah Pilkada 2018 dilakukan pada Februari 2018.
Menurut dia, perlu ada kesepakatan dengan KPK agar setelah seseorang ditetapkan sebagai tersangka, ia tak lagi diperiksa KPK hingga proses pilkada selesai.
Hal itu, kata dia, agar calon kepala daerah yang maju bisa tenang.
“Sampai putusan MK seandainya ada silang sengketa. Itu harus kita sepakati,” ucap Trimedya.
(baca: Tak Dipanggil Yang Terhormat, Politisi PDI-P Protes Pimpinan KPK)