Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"KPK Sudah Menjadi Musuh Bersama, Termasuk oleh Penegak Hukum"

Kompas.com - 11/09/2017, 17:00 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting berpendapat bahwa saran Jaksa Agung M. Prasetyo agar fungsi penuntutan tindak pidana korupsi (tipikor) dikembalikan ke kejaksaan, menunjukkan adanya keinginan untuk melemahkan kewenangan KPK melalui revisi UU KPK. Pasalnya, saran tersebut hanya bisa diwujudkan melalui perubahan UU KPK.

"Upaya pelemahan terhadap KPK semakin nyata dengan statement itu," ujar Miko saat dihubungi, Senin (11/9/2017).

"Apabila kita perhatikan, statement ini sama dengan mendorong revisi UU KPK. Karena apabila keinginan Jaksa Agung itu ingin diwujudkan, maka jalannya harus dengan merevisi UU KPK," kata dia.

(Baca: Jaksa Agung Minta Fungsi Penuntutan Tipikor Dikembalikan ke Kejaksaan)

Di sisi lain, Miko meyakini adanya pihak-pihak yang memusuhi KPK sehingga ingin kewenangannya itu dipangkas.

"Pada konteks itu, saya semakin yakin bahwa KPK sudah menjadi musuh bersama oleh banyak pihak. Termasuk institusi-institusi penegak hukum lain," ucapnya.

Miko menjelaskan, mempersoalkan kewenangan penuntutan KPK dinilai tidak relevan jika kembali diangkat saat ini. Perdebatan tersebut sudah selesai saat pembentukan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Selain itu, menurut Miko, keberadaan KPK sebagai trigger mechanism sangat relevan jika melihat kondisi pemberantasan korupsi hari ini.

(Baca: Menurut Jaksa Agung, OTT Kerap Bikin Gaduh)

"Statement itu seperti mengulang perdebatan saat pembentukan UU KPK 15 tahun lalu. Ironis sebenarnya statement demikian muncul kembali setelah 15 tahun pasca pembentukan KPK. Jadi, kita seperti bicara mundur kepada fase sekian tahun yang lalu," kata Miko.

Jaksa Agung M. Prasetyo menyarankan agar fungsi penuntutan tindak pidana korupsi (tipikor) dikembalikan kepada korps Adhyaksa. Menurut dia, Indonesia perlu berkaca pada pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura.

Ia mengatakan, meski kedua negara memiliki aparat penegak hukum khusus untuk memberantas korupsi, kewenangan penuntutan tetap berada pada kejaksaan.

"Baik KPK Singapura dan Malaysia terbatas pada fungsi penyelidikan dan penyidikan saja. Dan meskipun KPK Malaysia memiliki fungsi penuntutan tapi dalam melaksanakan kewenangan tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu ke Jaksa Agung Malaysia," ujar Prasetyo dalam Rapat Kerja bersama Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017).

(Baca: Istana Tegaskan Jokowi Tak Akan Setuju Rekomendasi Pembekuan KPK)

Ia mengatakan model pemberantasan korupsi seperti itu justru lebih efektif ketimbang di Indonesia. Hal tersebut, kata Prasetyo, terlihat melalui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Malaysia dan Singapura yang lebih tinggi ketimbang Indonesia.

Saat ini, IPK Malaysia sebesar 49 dan menempati peringkat 55 dari 176 negara. Singapura dengan survei sama memiliki IPK sebesar 84 dan menduduki peringkat 7. Indonesia saat ini memiliki skor IPK 37 dan berada di peringkat 90.

"Meskipun penindakan kasus korupsi dengan melakukan operasi tangkap tangan yang dilaksanakan di negara kita yang terasa gaduh dan hingar bingar namun IPK indonesia dalam beberapa tahun ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan," tutur Prasetyo.

"Ini merupakan perwujudan asas universal dominus litis persecution system, sistem penuntutan tunggal yang berlaku di hampir semua negara," lanjut dia.

Kompas TV Revisi UU KPK, Upaya Perlemah Kewenangan KPK? (Bag 3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com