Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Netizen Kaitkan Wacana Pembekuan KPK dengan Suara PDI-P pada 2019

Kompas.com - 11/09/2017, 08:57 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perolehan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dapat terganggu pada Pemilu Legislatif 2019. Setidaknya hal itulah yang dikomentari sejumlah netizen pada beberapa hari terakhir.

Komentar-komentar itu berkaitan dengan pernyataan Politisi PDI-P Henry Yosodiningrat yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibekukan. Adapun Henry merupakan anggota Panitia Khusus Hak Angket KPK di DPR.

Misalnya komentar netizen dengan nama akun Sultan Arief dalam kolom komentar berita bertajuk "Politisi PDI-P Henry Yosodiningrat Minta KPK Dibekukan".

Sultan berkomentar: "Inilah ahirnya....mumpung presidennya dianggap tidak punya partai/jadi ketum, kesempatan untuk membubarkan KPK, yang dianggap selalu mengganggu. Saya yakin rakyat tidak diam, rakyat indonesia sudah sangat cerdas. Tunggu 2019, saya jamin suaranya akan habis....sy yakin dibawah 2%."

Netizen lainnya yang berkomentar serupa, misalnya netizen dengan nama akun Batara Guru. Ia menuturkan: "Silahkan rakyat melihat siapa2 orangnya yang ingin membubarkan KPK, harap catat orangnya dan partainya jangan dipilih lagi !"

(Baca juga: Wacana Pembekuan Dinilai Memperlihatkan Upaya Mengenyahkan KPK)

Pernyataan Henry kemudian dibantah oleh Sekretariat Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto sehari kemudian. Menurut Hasto, sejak awal angket KPK dijalankan sebagai mekanisme pengawasan DPR untuk meningkatkan kinerja KPK.

Di samping itu, angket KPK juga guna mendorong kerja sama antarlembaga penegak hukum sehingga efektivitas pemberantasan korupsi dapat ditingkatkan.

"Partai tidak berada pada posisi meminta pembubaran atau pembekuan. Rekomendasi yang disiapkan partai tetap bertitik tolak pada tugas KPK di dalam mencegah dan memberantas korupsi," kata Hasto, Sabtu (9/9/2017).

(Baca: PDI-P Ralat Pernyataan Henry Yosodiningrat soal Pembekuan KPK)

Akan tetapi, tak sedikit netizen yang masih mengaitkan sikap PDI-P terkait Pansus Angket KPK dengan Pileg 2019. Netizen di media sosial Twitter dengan akun @KTriono, misalnya, yang mengingatkan PDI-P bahwa sikap politik terhadap KPK berpengaruh pada perolehan suara 2019.

"Kalau masih nyerang KPK pasti berpengaruh terhadap 2019. Ingat KPK didukung rakyat yang jelas bisa penjarakan koruptor," ucapnya.

Meski telah diralat oleh Hasto, namun sejumlah netizen menganggap pernyataan Henry adalah blunder politik.

"Hahahha blunder! Siap2 ditinggal kalian kalau berani2 macam2 dgn KPK. Rakyat yang bersih dan muak dgn korupsi berada di belakang KPK Bung!" ucap pemilik akun @RGNUGROHO.

"Ralat pernyataan dr Politikus PDIP tdk akan merubah kekecewaan byk orng, sy berharap ke depan jgn pilh PDIP, benar-benar Politikus PDIP gak punya perasaan," ujar pemilik akun @amalani_S.

"Didik dulu kadernya biar kalau ngomong jangan asal nyembur. Pikir dulu baru ngomong. Sebab @KPK_RI bersama rakyat @jokowi," tulis pemilik akun @obenk_Santoso.

Sehari berselang, Hasto kembali memberikan respons terkait pernyataan Henry.

Di sela mendampingi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri meresmikan kantor DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang, Hasto menyampaikan bahwa kader yang mengeluarkan pernyataan di luar kebijakan partai akan ditindak oleh partai.

"Tidak ada upaya untuk melakukan pembekuan ataupun pembubaran (KPK). Bagi anggota-anggota fraksi dari kami yang menyatakan sikap di luar kebijakan partai kami berikan peringatan," kata Hasto.

(Baca: Sekjen PDI-P: Kami Tindak Anggota Fraksi yang Bersikap di Luar Kebijakan Partai)

Sejumlah netizen merespons positif sikap Hasto. Mereka menunggu realisasi pemberian sanksi tegas terhadap Henry.

"Kami tunggu, kalau ga ya siap2 ditinggalkan..itu aja," tulis pemilik akun @TheFeds24.

Halaman:


Terkini Lainnya

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com