Dalam sebuah laporan yang diterbitkan bulan Juni tahun ini, Amnesty International mendokumentasikan bagaimana militer Myanmar dan kelompok militan di negara bagian Kachin dan Shan menanam ranjau antipersonel dan bahan peledak lainnya yang membunuh dan menghancurkan warga termasuk anak-anak.
Sementara itu, otoritas Myanmar telah membantah pemberitaan media yang menganggap militer menanam ranjau dan malah menyalahkan teroris.
Beberapa hari kemudian, kata Tirana, Sekretaris Kementerian Luar Negari Bangladehs, Shahidul Haque, mengkonfirmasi bahwa Dhaka telah mengirimkan protes resmi ke Pemerintah Myanmar karena telah menanam ranjau di daerah perbatasan.
"Otoritas Myanmar harus berhenti mengelak. Semua bukti menunjukkan bahwa militer lah yang menanamkan ranjau tersebut. Ini tidak hanya melanggar hukum tapi juga membantai warga sipil," kata Tirana.
(Baca juga: Kisah-Kisah Horor dari Rohingya, "Ya Allah.... Ya Allah...?)
Tirana mengatakan, penanaman ranjau tersebut bukti jelas bahwa ada upaya penusnahan etnis di mana Rohingya menjadi target karena etnisitas dan agamanya.
Perbuatan tersebut dianggap kejahatan kemanusiaan dalam bentuk pembunuhan dan deportasi atau pemindahan populasi secara paksa.
"Pemerintah Myanmar harus menghentikan kekerasan ini dan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya. Myanmar juga harus memberikan akses penuh untuk organisasi kemanusiaan termasuk tim penjinak ranjau untuk masuk ke Rakhine," kata Kirana.
(Baca juga: Soal Rohingya, Indonesia Utamakan Bantuan Kemanusiaan daripada Pendekatan Politik)
Dukungan militer internasional
Dari temuan Amnesty Internasional, diketahui bahwa ada dukungan militer internasional terhadap militer Myanmar.
Pemerintah Australia, kata Tirana, membantu melatih militer Myanmar. Sementara Rusia dan Israel adalah beberapa dari negara yang menyuplai senjata ke Myanmar.
Walaupun Uni Eropa masih melakukan embargo senjata terhadap Myanmar, masih ada beberapa negara anggotanya yang masih memberikan bantuan ke militer Myanmar dalam bentuk lain seperti pelatihan.
Amerika Serikat juga tengah mengkaji kemungkinan untuk memperluas kerja sama militer dengan militer Myanmar melalui pelatihan dan loka karya.
"Mereka menyokong sebuah angkatan bersenjata yang melakukan kekerasan terhadap kelompok Rohingya yang bisa dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan," kata Tirana.
"Hal ini harus dihentikan dan negara-negara lain yang berencana melakukan hal yang sama harus mengubah rencana tersebut" tuturnya.
(Baca juga: "Saya Melihat Desa Warga Rohingya Sengaja Dibakar..." )
Sementara itu, Usman Hamid menganggap Indonesia memiliki peran kunci untuk melakukan pendekatan dengan Myanmar.
Indonesia harus meyakinkan Myanmar agar membuka akses bagi bantuan kemanusiaan yang datang dari masyarakat internasional serta akses bagi Misi Pencarian Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Pemerintah Indonesia perlu terus mengajak negara-negara anggota ASEAN untuk tidak boleh menutup mata atas temuan ini. Ini pelanggaran HAM yang serius," kata Usman.