Salin Artikel

Amnesty Ungkap Militer Myanmar Tanam Ranjau untuk Usir Rohingya

Hal itu dilakukan untuk mencegah kembalinya pengungsi Rohingya ke negara bagian Rakhine.

Padahal, jenis ranjau tersebut telah dilarang penggunaannya secara internasional.

"Terungkapnya penggunaan ranjau mematikan oleh militer Myanmar di perbatasan negara bagian Rakhine dan Bangladesh semakin mengkonfirmasi dugaan awal telah terjadinya pelanggaran HAM yang serius di Myanmar," ujar Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, melalui keterangan tertulis, Minggu (10/9/2017).

Tim Respons Krisis Amnesty International tengah berada di perbatasan Myanmar dan Bangladesh untuk mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya.

Berdasarkan wawancara dengan saksi dan analisis tim ahli senjata Amnesty International, ranjau tersebut dipasang di bagian utara Rakhine.

(Baca: Cegah Kembalinya Pengungsi Rohingya, Myanmar Disebut Tanam Ranjau)

Ranjau tersebut telah memakan korban cukup banyak. Dalam dua minggu terakhir, PBB memperkirakan sekitar 270.000 orang telah menyeberang ke Bangladesh melalui daerah beranjau tersebut. Para pengungsi melarikan diri akibat serangan militer Myanmar.

Direktur Respons Krisis Amnesty International, Tirana Hassan mengatakan, penggunaan ranjau itu memperparah keadaan di Rakhine yang sebelumnya memang telah memburuk.

"Penggunaan senjata mematikan di wilayah perbatasan yang ramai tersebut membahayakan nyawa pengungsi yang melintas," kata Tirana.

Selain itu, neberapa ranjau antipersonel juga ditemukan di dekat Taung Pyo Wal, wilayah perbatasan Rakhine dan Bangladesh.

Diduga kuat militer memasang ranjau tersebut karena banyak pengungsi yang telah menyeberang ke Bangladesh dan bolak-balik ke perbatasan Rakhine untuk membawa makanan serta membantu pengungsi lainnya untuk menyebrang ke Bangladesh.

Tirana mengatakan, sejumlah saksi melihat anggota militer Myanmar bersama polisi penjaga perbatasan menanamkan ranjau di perbatasan Myanmar-Bangladesh.

Amnesty International melakukan verifikasi foto yang menunjukkan potongan kaki yang diduga putus akibat ranjau. Ahli medis menyimpulkan bahwa luka tersebut diakibatkan oleh alat peledak yang kuat yang ditanamkan di dalam tanah.

Amnesty International, kata Tirana, juga mendapatkan bukti foto ranjau yang lokasinya tidak jauh dari ledakan tersebut.

Tirana mengatakan, salah satu orang Rohingya mengatakan, dia dan beberapa orang lainnya menemukan minimal enam ranjau yang ditanam di daerah perbatasan tersebut.

"Orang Rohingya tersebut mengambil risiko berbahaya dengan membersihkan dua ranjau di wilayah tersebut untuk melindungi warga Rohingya lainnya," kata Tirana.

Berdasarkan analisis tim ahli senjata Amnesty International, satu dari dua ranjau tersebut berjenis PNM-1 yang dirancang untuk menghancurkan tubuh lawan.

Sementara itu, otoritas Myanmar telah membantah pemberitaan media yang menganggap militer menanam ranjau dan malah menyalahkan teroris.

Beberapa hari kemudian, kata Tirana, Sekretaris Kementerian Luar Negari Bangladehs, Shahidul Haque, mengkonfirmasi bahwa Dhaka telah mengirimkan protes resmi ke Pemerintah Myanmar karena telah menanam ranjau di daerah perbatasan.

"Otoritas Myanmar harus berhenti mengelak. Semua bukti menunjukkan bahwa militer lah yang menanamkan ranjau tersebut. Ini tidak hanya melanggar hukum tapi juga membantai warga sipil," kata Tirana.

Tirana mengatakan, penanaman ranjau tersebut bukti jelas bahwa ada upaya penusnahan etnis di mana Rohingya menjadi target karena etnisitas dan agamanya.

Perbuatan tersebut dianggap kejahatan kemanusiaan dalam bentuk pembunuhan dan deportasi atau pemindahan populasi secara paksa.

"Pemerintah Myanmar harus menghentikan kekerasan ini dan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya. Myanmar juga harus memberikan akses penuh untuk organisasi kemanusiaan termasuk tim penjinak ranjau untuk masuk ke Rakhine," kata Kirana.

Dukungan militer internasional

Dari temuan Amnesty Internasional, diketahui bahwa ada dukungan militer internasional terhadap militer Myanmar.

Pemerintah Australia, kata Tirana, membantu melatih militer Myanmar. Sementara Rusia dan Israel adalah beberapa dari negara yang menyuplai senjata ke Myanmar.

Walaupun Uni Eropa masih melakukan embargo senjata terhadap Myanmar, masih ada beberapa negara anggotanya yang masih memberikan bantuan ke militer Myanmar dalam bentuk lain seperti pelatihan.

Amerika Serikat juga tengah mengkaji kemungkinan untuk memperluas kerja sama militer dengan militer Myanmar melalui pelatihan dan loka karya.

"Mereka menyokong sebuah angkatan bersenjata yang melakukan kekerasan terhadap kelompok Rohingya yang bisa dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan," kata Tirana.

"Hal ini harus dihentikan dan negara-negara lain yang berencana melakukan hal yang sama harus mengubah rencana tersebut" tuturnya.

Sementara itu, Usman Hamid menganggap Indonesia memiliki peran kunci untuk melakukan pendekatan dengan Myanmar.

Indonesia harus meyakinkan Myanmar agar membuka akses bagi bantuan kemanusiaan yang datang dari masyarakat internasional serta akses bagi Misi Pencarian Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Pemerintah Indonesia perlu terus mengajak negara-negara anggota ASEAN untuk tidak boleh menutup mata atas temuan ini. Ini pelanggaran HAM yang serius," kata Usman.

https://nasional.kompas.com/read/2017/09/10/07435491/amnesty-ungkap-militer-myanmar-tanam-ranjau-untuk-usir-rohingya

Terkini Lainnya

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke