Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty Ungkap Militer Myanmar Tanam Ranjau untuk Usir Rohingya

Kompas.com - 10/09/2017, 07:43 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil investigasi Amnesty Internasional Indonesia menunjukkan bahwa pasukan militer Myanmar menanamkan ranjau darat antipersonel di perbatasan Myanmar dan Bangladesh.

Hal itu dilakukan untuk mencegah kembalinya pengungsi Rohingya ke negara bagian Rakhine.

Padahal, jenis ranjau tersebut telah dilarang penggunaannya secara internasional.

"Terungkapnya penggunaan ranjau mematikan oleh militer Myanmar di perbatasan negara bagian Rakhine dan Bangladesh semakin mengkonfirmasi dugaan awal telah terjadinya pelanggaran HAM yang serius di Myanmar," ujar Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, melalui keterangan tertulis, Minggu (10/9/2017).

Tim Respons Krisis Amnesty International tengah berada di perbatasan Myanmar dan Bangladesh untuk mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya.

Berdasarkan wawancara dengan saksi dan analisis tim ahli senjata Amnesty International, ranjau tersebut dipasang di bagian utara Rakhine.

(Baca: Cegah Kembalinya Pengungsi Rohingya, Myanmar Disebut Tanam Ranjau)

Ranjau tersebut telah memakan korban cukup banyak. Dalam dua minggu terakhir, PBB memperkirakan sekitar 270.000 orang telah menyeberang ke Bangladesh melalui daerah beranjau tersebut. Para pengungsi melarikan diri akibat serangan militer Myanmar.

Direktur Respons Krisis Amnesty International, Tirana Hassan mengatakan, penggunaan ranjau itu memperparah keadaan di Rakhine yang sebelumnya memang telah memburuk.

"Penggunaan senjata mematikan di wilayah perbatasan yang ramai tersebut membahayakan nyawa pengungsi yang melintas," kata Tirana.

Selain itu, neberapa ranjau antipersonel juga ditemukan di dekat Taung Pyo Wal, wilayah perbatasan Rakhine dan Bangladesh.

Diduga kuat militer memasang ranjau tersebut karena banyak pengungsi yang telah menyeberang ke Bangladesh dan bolak-balik ke perbatasan Rakhine untuk membawa makanan serta membantu pengungsi lainnya untuk menyebrang ke Bangladesh.

Tirana mengatakan, sejumlah saksi melihat anggota militer Myanmar bersama polisi penjaga perbatasan menanamkan ranjau di perbatasan Myanmar-Bangladesh.

Amnesty International melakukan verifikasi foto yang menunjukkan potongan kaki yang diduga putus akibat ranjau. Ahli medis menyimpulkan bahwa luka tersebut diakibatkan oleh alat peledak yang kuat yang ditanamkan di dalam tanah.

Amnesty International, kata Tirana, juga mendapatkan bukti foto ranjau yang lokasinya tidak jauh dari ledakan tersebut.

Tirana mengatakan, salah satu orang Rohingya mengatakan, dia dan beberapa orang lainnya menemukan minimal enam ranjau yang ditanam di daerah perbatasan tersebut.

"Orang Rohingya tersebut mengambil risiko berbahaya dengan membersihkan dua ranjau di wilayah tersebut untuk melindungi warga Rohingya lainnya," kata Tirana.

Berdasarkan analisis tim ahli senjata Amnesty International, satu dari dua ranjau tersebut berjenis PNM-1 yang dirancang untuk menghancurkan tubuh lawan.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com