Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Forum Advokat Pengawal Pancasila Yakin MK Tolak Gugatan Perppu Ormas

Kompas.com - 30/08/2017, 11:11 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) meyakini Mahkamah Konstitusi akan menolak gugatan uji materi terhadap Perppu No 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Uji materi tersebut diajukan oleh sejumlah pihak.

Anggota FAPP, I Wayan Sudirta mengatakan, ada beberapa alasan uji materi tersebut bakal ditolak.

Salah satunya, kedudukan hukum para pemohon masih menjadi poin yang dipersoalkan.

"Permohonan para pemohon ditolak yakin seyakin-yakinnya. Alasan pertama, dari segi legal standing saya lihat tidak cukup kuat. Bagaimana mau menang jika legal standing saja masih dipersolakan, diragukan, berputar-putar berganti-ganti (pemohonnya)," kata Sudirta di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2017).

(baca: Pensiunan TNI-Polri hingga Veteran Dukung Perppu Ormas)

Pendiri Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP), I Wayan Sudirta, saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/8/2017)Fachri Fachrudin Pendiri Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP), I Wayan Sudirta, saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/8/2017)
Alasan berikutnya, lanjut Sudirta, Perppu Ormas diterbitkan sesuai undang-undang dan kondisi yang mendesak.

Mengacu pada survei yang dilakukan Wahid Foundation bersama Lingkar Survei Indonesia pada 2016 menyebutkan bahwa 11 juta dari 150 juta penduduk muslim Indonesia mengaku siap melakukan tindakan radikal.

Jumlah tersebut sama dengan 7,7 persen dari total penduduk muslim Indonesia.

(baca: Agum: Ada 10-20 Purnawirawan TNI-Polri Terpengaruh Paham Radikal)

Sedangkan 600 ribu orang atau 0,4 persen penduduk muslim Indonesia pernah melakukan tindakan radikal.

"Dimana alasan mendesaknya? Ambil contoh, penelitian Yenny Wahid, Institute misalnya menyatakan sekitar 11 juta masyarakat kita sudah dipengaruhi untuk mengikuti ideologi lain di luar NKRI. Apakah ini bukan dalam keadaan mendesak?" kata dia.

Sudirta menilai tidak tepat anggapan bahwa penerbitan Perppu Ormas menjadi bukti pemerintah tidak demokratis.

(baca: Komisi II Upayakan Percepat Pembahasan Perppu Ormas)

Menurut dia, pemerintah tetap memberi ruang bagi ormas yang dibubarkan. Caranya, dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Kemudian, Penerbitan Perppu masih bisa diperdebatkan di MK.

"Tersedia cukup lembaga dan jalur untuk menempuh upaya hukum utntuk membela hak-haknya," kata Sudirta.

MK menggelar sidang terkait Perppu Ormas pada hari ini. Agendanya, mendengarkan kererangan Pemerintah dan pihak terkait.

Ada tujuh pihak yang mengajukan gugatan. Diantaranya Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto dan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).

Adapun FAPP menjadi pihak terkait. FAPP merasa menjadi pihak yang terkena dampak jika ada perubahan terhadap Perppu Ormas.

Kompas TV Menurutnya pemerintah punya bukti yang kuat terkait kasus pembubran HTI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com