Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi: Ada Banyak Cara Hilangkan Radikalisme Selain Terbitkan Perppu Ormas

Kompas.com - 14/08/2017, 08:36 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) disebut tidak tepat untuk mengatasi persoalan ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme di dalam negeri.

Koalisi Masyarakat Sipil Tanpa Perppu Ormas menganggap bahwa pemerintah lebih tepat menggunakan cara lain untuk mengatasi persoalan tersebut.

"Perppu itu bentuk kegagalan memahami ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme. Padahal banyak studi yang sudah dilakukan penanganan persoalan itu bisa dilakukan dengan cara lain oleh negara," ujar Direktur Imparsial, Al A'raf yang tergabung dalam koalisi, di Jakarta, Minggu (13/8/2017).

(Baca: Jokowi Heran Dulu Disebut "Ndeso dan Klemar-klemer", Sekarang Diktator)

Pertama, kata Al A'raf, pemerintah harus tetap memberikan kelompok-kelompok yang dianggap ekstrimis dan radikal tetap punya hak untuk menyampaikan pandangannya terhadap kebijakan negara. Alasannya, pada masa orde baru ketika itu, ruang tersebut dibatasi sehingga membuat radikalisme berkembang lewat bawah tanah.

"Rezimnya diktator, sehingga gerakan radikal menguat lewat bawah tanah. Itu membuat radikalisme terjadi. Nah sekarang negara mengulangi hal yang sama, dengan Perppu yang sangat subjektif, dimensinya cenderung represif," kata dia.

Kedua, kata Al A'raf negara harus memenuhi kebutuhan akan kesehatan dan pendidikan masyarakat secara maksimal, sehingga negara dipandang positif hadir.

"Negara harus memenuhi pelayanan. Negara harus bekerja secara maksimal kepada masyarakat, sehingga kelompok itu terpinggirkan dengan sendirinya," ujar Al A'raf.

(Baca: Para Pengacara Ini Gugat Perppu Ormas Bukan karena Bela HTI)

Menurut Al A'raf, praktek korupsi, membuat kapasitas negara lemah, sehingga hal itu menjadi ruang untuk menyatakan bahwa negara tidak cukup baik, imbasnya radikalisme pun menjadi subur.

"Sepanjang negara menunjukkan kapasitas lemah. Maka itu secara bersamaan akan menjadikan mereka membangun kapasitasnya melawan negara," kata dia.

Terakhir, negara harus selalu hadir dalam ruang-ruang intoleransi yang terjadi. Penegakan hukum harus bekerja maksimal.

"Jadi bagaimana menindak pelanggaran hukum secara maksimal. Silahkan demo, tapi kalau ada kekerasan ya ditindak. Memang ada beberapa yang berhasil. Tapi dalam beberapa kasus lainnya tidak berjalan efektif. Jadi ini bukan masalahnya UU, tapi implementasi UU," tutup Al A'raf.

Sebagaimana diketahui, penerbitan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menuai pro dan kontra dari berbagai pihak.

Pihak yang kontra menganggap langkah pemerintah sebagai bentuk pemberangusan kebebasan berserikat. Alasannya, semua Ormas berpotensi dibubarkan oleh pemerintah berdasarkan Perppu Ormas. Sebab, ada beberapa pasal dalam Perppu Ormas berpotensi memberangus kebebasan berserikat.

Sementara yang pihak sepakat menganggap, Perppu Ormas lebih demokratis dibadingkan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 yang digantikan perppu itu. Lantaran pembubaran ormas dapat dilakukan langsung pemerintah. Dengan tetap memberikan kesempatan bagi ormas yang tidak puas untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

Kompas TV Jokowi Dituding Presiden Diktator (Bag 3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com