Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Aliran Dana Jemaah dan Sisa Aset Bos First Travel

Kompas.com - 30/08/2017, 07:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak kasus penipuan First Travel terungkap, penyidik Mabes Polri bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan berupaya menelusuri aliran dana rekening sang pemilik, Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan.

Rekening tersebut menampung uang perjalanan umrah yang telah disetorkan puluhan ribu calon jemaah.

Saat dibekukan, saldo dalam dua rekening perusahaan tersebut hanya berkisar Rp 1,3 juta - Rp 1,5 juta.

Baca: Saldo Hanya Rp 1,3 juta, Polisi Telusuri Aliran Dana dari Rekening First Travel

Kedua tersangka mengaku lupa untuk apa saja uang di rekening tersebut digunakan.

Diperkirakan uang yang sudah dibayarkan calon jemaah mencapai Rp 848,7 miliar.

Penelusuran PPATK

Berdasarkan penelusuran dan analisis, PPATK menemukan adanya sisa aset milik bos agen perjalanan umrah First Travel sebesar Rp 7 miliar.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, seluruh sisa aset tersebut tersimpan dalam 50 rekening dan sudah dibekukan oleh PPATK.

Selain itu, kata Kiagus, ada juga sisa aset yang berbentuk asuransi.

"Ya ada sisa dana. Sisa dananya ada dari rekening-rekeningnya. Ada 50-an rekening yang didalamya terdapat dana Rp 7 miliar. Saya lupa tapi rasanya dalam Rupiah ya," ujar Kiagus saat ditemui di kantor PPATK, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2017).

Baca: PPATK Temukan Sisa Aset Milik Bos First Travel Sebesar Rp 7 Miliar

"Ada juga dalam bentuk Asuransi," kata dia.

Meski demikian Kiagus enggan menyebutkan siapa pemilik dari 50 rekening yang dibekukan oleh PPATK.

 "Tidak boleh saya sebutkan tapi jumlahnya saja, Rp 7 miliar," kata dia.

Selain itu, Kiagus juga mengungkapkan bahwa adanya dugaan aliran dana dari rekening perusahaan yang digunakan untuk kepentingan pribadi dan bisnis lainnya.

Saat dikonfirmasi wartawan, Kiagus membenarkan adanya aliran dana yang digunakan untuk membeli saham sebuah restoran di London, Inggris, sebesar 40 persen.

Menurut Kiagus, PPATK tengah menelusuri apakah masih terdapat sisa dana dari pembelian saham restoran tersebut.

"Iya. Kalau transaksi keluar negeri itu ada. Tapi itu nanti ditelusuri lagi apakah sisa dananya masih ada," ujar dia.

PPATK pun menemukan aliran dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan fashion di New York, Amerika Serikat.

Baca: Uang Jemaah First Travel Dipakai untuk Fashion Show Anniesa Hasibuan di New York

Diketahui Anniesa merupakan salah satu desainer Indonesia yang mengikuti ajang New York Fashion Week Spring/Summer 2017.

"Iya ada (Aliran dana), satu ke New York gitu ya. Ya yang ada hubungannya dengan fashionnya," kaya Kiagus.

Kiagus mengungkapkan bahwa PPATK telah menyerahkan hasil penelusuran dan analisis aliran dana rekening tersebut ke penyidik Bareskrim Mabes Polri.

Dugaan TPPU

PPATK juga menduga ada tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus First Travel.

"Kalau ada upaya untuk menyamarkan dana hasil kejahatan ya itu TPPU. Mestinya ada TPPU-nya," ujar Kiagus saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2017).

Baca: Kepala PPATK: Bos First Travel Lakukan Pencucian Uang

Menurut Kiagus, sebagian dana yang ada di rekening memang digunakan untuk kepentingan bisnis perjalanan umrah dan haji.

Namun, ada juga aliran dana yang digunakan untuk investasi bisnis dan kepentingan pribadi.

Secara terpisah Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Yenti Garnasih meminta Polri segera mengenakan pasal pencucian uang kepada ketiga tersangka, yakni Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Siti Nuraidah Hasibuan untuk mempermudah penelusuran aset.

Dia meyakini aset bos First Travel sudah menyebar hingga luar negeri.

"Melacaknya lebih mudah daripada pakai undang-undang penipuan dan penggelapan," ujar Yenti kepada Kompas.com, Jumat (25/8/2017).

Yenti menduga sebagian dana calon jemaah itu diinvestasikan ke luar negeri.

Jika tersangka telah dikenakan sangkaan mencuci uang, maka akses polisi lebih luas untuk meminta penelusuran PPATK dan otoritas analisis keuangan di luar negeri.

"Harus pakai TPPU ya, karena dia himpun dana masyarakat banyak banget yang belum dikembaliin. Sampai Rp 1 triliun kan," kata Yenti.

Baca: First Travel Ingin Berangkatkan Jemaah dengan Modus Penipuan Baru

Dalam pengembangan kasus First Travel, polisi juga menjerat adik Anniesa, Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan selaku Direktur Keuangan sekaligus Komisaris.

Menurut polisi, jumlah korban yang belum diberangkatkan agen perjalanan First Travel sebanyak 58.682 orang.

Mereka adalah calon jemaah yang sudah membayar paket promo Rp 14,3 juta per orang dalam periode Desember 2016 hingga Mei 2017.

Kalau dihitung kerugiannya, untuk yang paket saja mencapai Rp 839.152.600.000.

Selain itu, sejumlah calon jemaah ada yang masih diminta membayar carter pesawat sebesar Rp 2,5 juta sehingga jumlah penambahan itu sebesar Rp 9.547.500.000.

Jika ditotal menjadi Rp 848.700.100.000.

Jumlah tersebut belum termasuk utang-utang yang belum dibayar First Travel ke sejumlah pihak.

First Travel belum membayar provider tiket penerbangan sebesar Rp 85 miliar.

Kedua tersangka juga belum membayar tiga hotel di Mekkah dan Madinah dengan total Rp 24 miliar. Kemudian, utang pada provider visa untuk menyiapkan visa jemaah sebesar Rp 9,7 miliar.

Upaya pemerintah

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menggelar rapat koordinasi terbatas (rakortas) dengan sejumlah kementerian dan lembaga terkait kasus penipuan oleh agen perjalanan umrah First Travel di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2017) sekitar pukul 11.30 WIB.

Wiranto menjelaskan, dalam rakortas tersebut, dia berkoordinasi dengan kepolisian soal jumlah korban dalam kasus ini.

Terkait jumlah, polisi hingga kini masih melakukan pengusutan lebih jauh.

Sebelumnya, muncul angka 50.000 calon jemaah umrah korban First Travel.

Akan tetapi, kata Wiranto, hingga saat ini belum ada angka yang pasti mengenai jumlah jemaah yang dirugikan.

"Ini masih dijajaki, sebab sekarang banyak yang melapor kira-kira baru enggak sampai sekitar itu, baru 22.000 sekian ya. Itu masih terus dijajaki," kata Wiranto, usai rakortas.

Dalam rakortas ini, Wiranto juga meminta PPATK menelusuri secara seksama transaksi keuangan First Travel.

Hal itu termasuk aset apa saja yang dimiliki perusahaan tersebut.

Wiranto tidak menjawab saat ditanya apakah akan ada ganti rugi kepada jemaah pada kasus ini.

Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD berpendapat bahwa pemerintah tidak memiliki kewajiban mengganti kerugian calon jemaah umrah First Travel.

Mahfud menegaskan bahwa kewajiban tersebut sepenuhnya menjadi beban dari First Travel.

"Saya kira kalo ditanggung pemerintah tidak benar juga itukan keperdataan. negara tidak berkewajiban. Kewajiban hukumnya tetap kepada yang menipu itu. kewajiban bagi negara tidak ada," ujar Mahfud saat ditemui usai menjadi pembicara sebuah diskusi di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Senin (21/8/2017).

Menurut Mahfud, kewajiban pemerintah hanya sebatas mengupayakan uang jemaah tersebut dikembalikan oleh pihak First Travel melalui proses hukum.

Namun, lanjut Mahfud, tidak menutup kemungkinan negara bisa membantu kerugian yang dialami calon jemaah First Travel.  

Kompas TV Di Sidoarjo, ada 2.500 jemaah First Travel yang nasibnya terkatung - katung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com