Pernah suatu kali Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa demokrasi kita telah kebablasan. Pernyataan presiden ini bagi sebagian pihak mengejutkan.
Namun, pernyataan presiden tersebut seolah mewakili kegusaran yang dirasakan oleh masyarakat ketika melihat jalannya demokrasi kita akhir-akhir ini.
Kita saksikan berbagai kasus pembusukan politik (political decay) yang terjadi.
Pertama, lemahnya kepastian hukum.
Kedua, politik transaksional dan kasus korupsi yang melibatkan politisi, aktivis atau mantan aktivis, aparat negara dan pejabat publik.
Ketiga, persaingan elite ekonomi-politik yang mobilisasi berbagai sumber daya dan isu yang membelah masyarakat.
Keempat, munculnya kelompok-kelompok ekstrem, tertutup dan intoleran. Mereka menggunakan kesempatan political opportunity structure yakni kontradiksi elite dan berbagai isu kesenjangan dalam konteks liberalisasi politik dan keterbukaan informasi era media sosial.
Sebagai sebuah landasan moral-politik pengelolaan kepentingan bersama dalam kontur masyarakat majemuk, kita sebagai bangsa berkomitmen memilih demokrasi sebagai the only game on town.
Demokrasi kita butuhkan guna memastikan kehadiran sistem dan kepemimpinan yang akuntabel, terbuka, berperikemanusiaan, berkeadilan, serta partisipasi politik yang otentik dan masyarakat sipil yang kuat.
Problem Elite
Tak bisa dibantah, kehidupan negara-bangsa yang baik dan ideal harus diawali dengan keteladanan para pemimpinnya di tiap tingkat masyarakat.
Dari sejumlah penelitian terkait perkembangan demokrasi di berbagai belahan dunia, kita memperoleh pelajaran, sukses tidaknya demokrasi dalam sebuah masyarakat akan sangat tergantung dengan modal sosial pendukung yang dimiliki masyarakat tersebut.
Dalam tradisi dan modal sosial yang kita miliki, faktor kepemimpinan, pemimpin atau elite – baik itu formal maupun informal – memiliki peran signifikan dalam membentuk masyarakatnya.
Berkaca dari situasi saat ini, kondisi pembelahan sosial yang antagonistik seolah dipelihara dan dieksploitasi secara terus-menerus oleh segelintir elite, aktor dan provokator politik, para political entrepreuneur.
Isu yang diluncurkan kerapkali adalah isu-isu yang secara psikologis cepat membakar masyarakat.