Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stigma Sesat Membuat Warga Ahmadiyah Kehilangan Hak sebagai WNI

Kompas.com - 24/07/2017, 19:10 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama hampir lima tahun Desi Aries Sandy (28), seorang warga di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, belum juga memiliki KTP elektronik atau e-KTP.

Desi mengatakan bahwa kesulitannya mendapatkan e-KTP karena statusnya sebagai jemaah Ahmadiyah.

Padahal, sejak pemerintah membuat kebijakan e-KTP pada 2012, Desi dan ribuan warga Ahmadiyah lainnya telah melakukan perekaman data pribadi dan memenuhi persyaratan administratif.

Namun, hingga kini Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Kuningan enggan menerbitkan e-KTP bagi 1.600 jemaah Ahmadiyah di Desa Manislor.

"Selama ini beredar anggapan yang menyatakan bahwa Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan. Itu terus bergulir," ujar Desi saat ditemui di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2017).

"'Solusinya', untuk mendapatkan e-KTP kami harus menandatangani surat ini (pernyataan) bahwa kami telah keluar dari Ahmadiyah dan masuk agama Islam," kata dia.

Pihak Dinas Dukcapil, kata Desi, tidak mau menerbitkan e-KTP sebelum seluruh warga Ahmadiyah menandatangani surat pernyataan mengakui agama Islam dan mengucap kalimat syahadat.

"Kami diwajibkan menandatangani surat pernyataan dari Dinas Dukcapil. Alasannya untuk menyelamatkan warga Ahmadiyah dan Pemkab sendiri karena ada ancaman dari ormas tertentu. Pemkab berjanji akan merahasiakan surat pernyataan tersebut," ucap Desi.

Dia pun mempertanyakan adanya surat pernyataan tersebut. Pasalnya, syarat penandatanganan surat pernyataan itu tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan maupun Peraturan Mendagri Nomor 74 Tahun 2015 tentang Perubahan Elemen Data Penduduk di KTP elektronik.

"Jelas ini ada maladministrasi dan pelanggaran hak kami sebagai warga negara," kata Desi.

Akibat tindakan diskriminasi tersebut Desi kesulitan untuk mengakses segala pelayanan publik dan jasa transportasi.

Bahkan, dia mengungkapkan, ada warga Ahmadiyah yang tidak bisa mendaftar ke sekolah kedinasan karena mensyaratkan e-KTP.

"Kalau dampaknya banyak ya, yang paling terasa kami sulit untuk membuat BPJS karena KTP tidak ada. Kedua, saudara saya berniat berangkat umroh, tapi karena kami tidak punya e-KTP dia enggak bisa berangkat," ujar Desi.

"Pendidikan juga. Harusnya bisa masuk kuliah yang kedinasan, harus ada e-KTP, karena tidak punya akhirnya tidak jadi," ucap dia.

Menurut Desi, persoalan seperti ini tidak ia alami saat membuat KTP. Kolom agama pun tercantum Islam tanpa perlu menandatangani surat pernyataan dan mengucap kalimat syahadat.

"Kalau yang dulu itu kami tidak ada masalah. Jadi pas ada yang baru itu (e-KTP) kami dipersulit. Yang sebelumnya kolom agamanya Islam, tidak ada masalah," tuturnya.

(Baca: Tak Kunjung Dapat E-KTP, Jemaah Ahmadiyah Manislor Mengadu ke Ombudsman)

Persoalan yang dialami warga Ahmadiyah ini muncul pasca-terbitnya Surat Pakem oleh Tim Pakem Kabupaten Kuningan dengan Nomor B.938/0.2.22/ Dep.5/12/ 2002, pada tanggal 3 Desember 2002, yang meminta Camat tidak membuatkan KTP bagi anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia.

Kemudian, disusul Surat Bupati Kuningan Nomor: 470/627/Disdukcapil, perihal pencatuman agama bagi JAI pada e-KTP.

Secara terpisah, Direktur Pendaftaran Penduduk di Ditjen Dukcapil Kemendagri Drajat Wisnu Setyawan menawarkan agar penerbitan e-KTP warga Manislor dilakukan di Jakarta.

Dia pun meminta perwakilan warga Ahmadiyah untuk menyiapkan Kartu Keluarga sebagai syarat penerbitan E-KTP dan diserahkan ke Ditjen Dukcapil Kemendagri pada Jumat (4/8/2017).

"Untuk siap-siap (cetak E-KTP pekan depan) silakan bawa saja Kartu Keluarga. Daftar (warga) yang sudah merekam data coba diketik dan dilampirkan KK. Mudah-mudahan bisa. Secara teknis perekaman di Jakarta bisa," ujar Drajat.

(Baca: Kemendagri Janjikan E-KTP Warga Ahmadiyah Manislor Diterbitkan di Jakarta)

Kompas TV Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, jemaah Ahmadiyah memang dilarang menyebarluaskan ajarannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com