JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pendaftaran Penduduk di Ditjen Dukcapil Kemendagri Drajat Wisnu Setyawan melihat keanehan yang didapat sejumlah warga pengikut Ahmadiyah asal Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dalam mengurus e-KTP.
Keanehan itu terkait munculnya surat pernyataan bagi warga Ahmadiyah yang ingin mendapat e-KTP.
Surat pernyataan itu intinya, penganut Ahmadiyah bersedia membaca dua kalimat Syahadat dan bersedia untuk dibina.
Surat ini dilaporkan warga saat mengadu ke kantor Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, di Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2017).
Drajat yang melihat surat pernyataan ini sempat menyebut bahwa seharusnya tidak perlu ada surat semacam itu dalam mengurus e-KTP.
Pengakuan warga, surat tersebut berasal dari Disdukcapil Kabupaten Kuningan.
"Harusnya enggak ada syarat-syarat ini," kata Drajat sambil meminta stafnya untuk memfoto kopi surat yang ditunjukan warga.
Pada kesempatan ini, Drajat mendengar satu-per satu aduan dari warga yang hadir soal dugaan diskriminasi terhadap pengikuti Ahmadiyah di Manislor.
Warga sudah melakukan perekaman sejak tahun 2012, namun hingga kini tidak mendapat e-KTP.
Padahal, mereka membutuhkan e-KTP bagi kehidupan sosial ekonomi.
Karena belum terbitnya e-KTP, jemaat Ahmadiyah tidak bisa mengurus layanan kesehatan, mendaftar anak ke perguruan tinggi, mengurus di perbankan, dan lainnya.
Dilaporkan ada 1.400 penganut Ahmadiyah di sana yang belum mendapat e-KTP. Dugaan warga, e-KTP mereka sudah dicetak, tapi pembagiaannya ditangguhkan.
Drajat menanyakan ke warga apakah perlakuan yang berbeda ini hanya terjadi di Manislor.
Warga membenarkan. Mereka menduga hal itu sengaja ditujukan bagi pengikuti Ahmadiyah.
Dalam pertemuan tersebut, Drajat hanya bisa mencatat pengaduan warga ini. Dia tidak bisa memutuskan kebijakan atau solusi. Alasannya, masalah ini sensitif.