Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Tersangka Kasus E-KTP Ditetapkan KPK, Ini Dugaan Peran Mereka

Kompas.com - 20/07/2017, 05:30 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka di kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik bertambah lagi. Kali ini, anggota DPR Markus Nari menjadi tersangka kelima yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jika dirunut, pihak yang sudah menjadi tersangka pada kasus ini mulai dari pejabat Kementerian Dalam Negeri, pengusaha, sampai dengan pihak di Dewan Perwakilan Rakyat RI. Berikut ini adalah lima tersangka pada kasus e-KTP berserta peranannya.

1. Sugiharto

Mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/4/2017). KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek KTP elektronik.KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/4/2017). KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek KTP elektronik.
Sugiharto merupakan Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.

Dia merupakan orang pertama yang menjadi tersangka pada kasus e-KTP.

Dia dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek tersebut.

Sugiharto didakwa merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam kasus ini.

(Baca: Terdakwa E-KTP Menyesal Tak Bisa Hindari Intervensi DPR dan Sekjen Kemendagri)

Menurut jaksa, Sugiharto terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.

Sugiharto juga diperkaya sebesar 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Sugiharto dengan 5 tahun penjara dan membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam kasus e-KTP, Sugiharto menjadi justice collaborator. Dia dinilai mau mengakui kesalahan dan bersedia mengungkap peran pelaku lain yang terlibat dalam kasus ini.

Pada sidang membacakan nota pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/7/2017), Sugiharto menyampaikan permohonan maaf kepada keluarganya. Sugiharto merasa seluruh anggota keluarganya harus menanggung malu akibat perbuatannya.

Sugiharto juga menyampaikan permohonan maaf kepada pemerintah dan masyarakat. Permohonan maaf juga ditujukan kepada jajaran Kementerian Dalam Negeri yang ikut bersusah payah menyukseskan program e-KTP.

2. Irman

Mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/6/2017).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/6/2017).
Irman merupakan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Dia adalah atasan Sugiharto.

Pada Jumat 30 September 2016, dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Sama seperti Sugiharto, Irman diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Menurut jaksa, bersama-sama dengan Sugiharto, Irman terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.

(Baca: Menurut Terdakwa E-KTP, Ada Catatan "Fee" untuk Novanto hingga Marzuki Alie)

Dia dan Sugiharto juga terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.

Dalam surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya sebesar 573.700 dollar AS, Rp 2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura.

Dalam dakwaan, dia dinyatakan merugikan negara Rp 2,3 triliun pada proyek pembuatan e-KTP. Oleh jaksa, Irman dituntut 7 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Saat menyampaikan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/7/2017), Irman menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas dikabulkannya permohonan sebagai justice collaborator.

Dia dinilai mau mengakui kesalahan dan bersedia mengungkap peran pelaku lain yang terlibat dalam kasus ini. Setelah melalui agenda sidang pembelaan tersebut, Irman dan Sugiharto akan menempuh agenda sidang terakhir yakni vonis.

3. Andi Narogong

Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong seusai diperiksa sebagai tersangka di Gedung KPK Jakarta, Selasa (4/4/2017).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong seusai diperiksa sebagai tersangka di Gedung KPK Jakarta, Selasa (4/4/2017).
Andi Agustinus atau yang dikenal sebagai Andi Narogong merupakan pengusaha pelaksana proyek e-KTP.

Dia ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Maret 2017, dan menjadi tersangka ketiga pada kasus e-KTP.

Andi diduga berperan aktif dalam proses pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP.

Dalam proses penganggaran, Andi diduga melakukan sejumlah pertemuan dengan anggota DPR, dan pejabat di lingkungan Kemendagri untuk membahas proyek tersebut.

(Baca: KPK Duga Novanto Gunakan Andi Narogong dalam Proyek E-KTP)

Andi juga diduga membagikan uang kepada pejabat Kemendagri dan anggota DPR, guna memuluskan anggaran dan menjadi pelaksana proyek e-KTP.

Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/5/2017), Andi mengakui memberi uang Rp 1,5 juta dolar untuk Irman dan Sugiharto.

Menurut Andi, uang tersebut ia berikan karena yakin bahwa Irman dapat menentukan siapa pun untuk menjadi pemenang lelang dalam proyek pengadaan e-KTP.

"Maksud tujuan saya berikan uang adalah, agar siapa pun pemenangnya (lelang), saya bisa dapat pekerjaan sub kontraktor," kata Andi.

Pada persidangan itu pula, Andi mengaku mengenal Setya Novanto pada tahun 2009.

"Saya kenal Setya Novanto. Waktu itu ada urusan kaos pemilu waktu tahun 2009," ujar Andi.

Andi Narogong sendiri pernah dihadirkan ke persidangan kasus e-KTP. Namun, dia belum berstatus terdakwa karena kasusnya belum masuk pada persidangan.

4. Setya Novanto

Ketua DPR Setya Novanto meninggalkan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seusai diperiksa di Jakarta, Jumat (14/7/2017).  Setya Novanto diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik ( e-KTP).KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Ketua DPR Setya Novanto meninggalkan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seusai diperiksa di Jakarta, Jumat (14/7/2017). Setya Novanto diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik ( e-KTP).
Tersangka keempat kasus e-KTP merupakan Setya Novanto. Ketua Umum Partai Golkar itu diduga terlibat dalam korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Novanto diduga menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatannya.

Sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara, perekonomian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam proyek e-KTP.

(Baca: Setya Novanto: Tuhan Maha Tahu Apa yang Saya Lakukan )

KPK menduga Novanto menggunakan Andi Narogong untuk mengkondisikan proyek yang menggunakan anggaran senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Kaitan antara Novanto dan Andi Narogong diketahui setelah KPK mencermati fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, untuk terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Novanto melalui Andi juga ikut mengondisikan perusahaan yang menjadi pemenang lelang proyek e-KTP.

Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan oleh konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI). Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.

Adapun proses penentuan pemenang lelang itu dikoordinasikan oleh Andi Narogong. Dalam surat tuntutan jaksa, Novanto dan Andi Narogong disebut akan mendapat sebesar 11 persen dari proyek e-KTP, atau senilai Rp 574.200.000.000.

5. Markus Nari

Anggota DPR RI, Markus Nari saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/4/2017).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Anggota DPR RI, Markus Nari saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Markus Nari merupakan anggota DPR yang menjadi tersangka kelima dalam kasus e-KTP. Pada Rabu (19/7/2017), KPK menetapkan Markus sebagai tersangka di kasus ini.

Markus ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK mencermati fakta persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Markus Nari sebagai tersangka.

(Baca: KPK Telusuri Uang Rp 4 Miliar yang Mengalir ke Markus Nari)

Markus Nari diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau sebuah korporasi dalam pengadaan e-KTP.

Markus diduga berperan dalam memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek e-KTP di DPR.

Pada tahun 2012, saat itu dilakukan proses pembahas anggaran untuk perpanjangan proyek e-KTP sekitar Rp 1,4 triliun.

Markus diduga meminta uang kepada Irman, pejabat Kemendagri yang sekarang sudah berstatus terdakwa di kasus e-KTP. Markus diduga meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar. Sebagai realisasi permintaan tersebut, Markus diduga telah menerima sekitar Rp 4 miliar.

KPK sedang mendalami indikasi penerimaan ataupun pemberian lain, baik pada Markus ataupun pihak lainnya.

Tak hanya itu, KPK sebelumnya sudah menetapkan Markus sebagai tersangka pada perkara menghalangi atau merintangi penyidikan yang dilakukan KPK di kasus e-KTP.

Markus diduga memengaruhi anggota DPR Miryam S Haryani untuk memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus korupsi e-KTP.

Sementara itu, Miryam juga sudah berstatus tersangka. Ini terkait dengan perkara pemberitan keterangan palsu pada sidang e-KTP di pengadilan Tipikor dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Tersangka baru

KPK menyatakan tidak menutup kemungkinan ada lagi tersangka di kasus korupsi e-KTP. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan cukup banyak nama yang terdapat dalam surat dakwaan kasus e-KTP.

Seperti diketahui, puluhan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP.

Dalam dakwaan, menurut KPK, ada kesepakatan sebesar 51 persen dari anggaran Rp 5,9 triliun, atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal.

Sementara, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp 2,5 triliun akan dibagikan-bagikan ke Kemendagri, anggota DPR RI, dan keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan. Dalam dakwaan yang disusun jaksa, ada 38 nama yang disebut menerima aliran dana e-KTP.

Kompas TV Lantas benarkah dirinya ikut terlibat dalam skandal proyek yang merugikan negara hingga 2,3 Triliun rupiah?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com