Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana Anggap Terlalu Jauh Tuduhan Jegal Prabowo Jadi Capres 2019

Kompas.com - 17/07/2017, 16:14 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Istana Kepresidenan membantah tuduhan pemerintah hendak menjegal Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk maju dalam Pemilu Presiden 2019.

Hal ini disampaikan Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi menanggapi tudingan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon bahwa pemerintah berupaya menjegal Prabowo lewat ketentuan presidential threshold di Rancangan Undang-Undang Pemilu.

"Tidak benar itu," kata Johan Budi kepada Kompas.com, Senin (17/7/2017).

(baca: Fadli Zon: Pemerintah Berusaha Jegal Prabowo Jadi Capres 2019)

Johan menegaskan, saat ini Revisi UU Pemilu masih dibahas bersama sama antara pemerintah dan DPR.

Berapapun besaran presidential threshold yang disepakati, tak hanya ditentukan oleh pemerintah, namun merupakan kesepakatan bersama dengan seluruh fraksi di DPR.

"Jadi tuduhan itu berdasarkan apa? Terlalu jauh itu," kata Johan.

(baca: Golkar Bantah 'Presidential Threshold' 20 Persen untuk Jegal Prabowo)

Namun, Johan enggan menjawab kenapa pemerintah bersikukuh ingin presidential threshold tetap 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional.

"Kalau itu, tanya ke Menteri Dalam Negeri," ucap Johan.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon sebelumnya menuduh ada upaya penjegalan oleh pemerintah terhadap Prabowo untuk maju kembali Pilpres 2019.

(baca: Ketum PPP: Koalisi Pemerintah Solid Tak Ubah 'Presidential Threshold')

Sebab, Pemerintah bersikukuh tidak ingin mengubah ambang batas presiden dalam revisi UU Pemilu.

"Menurut saya yang ada sekarang itu pemerintah sedang berusaha untuk menjegal Pak Prabowo untuk menjadi calon dan ini tidak masuk akal," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Menurut dia, threshold dianggap sudah tak relevan karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi bahwa pemilu legislatif dan pemilu presiden selanjutnya digelar serentak.

Kompas TV Pansus RUU Pemilu Bahas 5 Isu Krusial yang Buntu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com