Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peta Dukungan Parpol terhadap RUU Pemilu

Kompas.com - 14/07/2017, 12:12 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus telah selesai membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu. Pembahasan menyisakan lima isu krusial yang akan diputuskan pada Rapat Paripurna pada 20 Juli 2017.

Keputusan bisa diambil dengan cara musyawarah mufakat atau voting.

Saat ini, Pansus telah menyiapkan lima paket opsi untuk dipilih agar segera bisa diputuskan pada Rapat Paripurna.

Kelima isu krusial tersebut, yakni ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, sistem pemilu, sebaran kursi perdaerah pemilihan, dan metode konversi suara.

(baca: Lobi Gagal, 5 Isu Krusial RUU Pemilu Diputuskan pada Rapat Paripurna 20 Juli)

Satu di antaranya, yakni ambang batas pencalonan presiden menjadi isu yang menyandera pembahasan RUU.

Pemerintah bersikeras agar ambang batas pencalonan presiden tidak diubah, yakni tetap sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara. Alasannya, demi memperkuat sistem presidensial.

Meski demikian, lima partai pendukung pemerintah setidaknya telah memiliki kesamaan pandang dengan pemerintah terkait kelima isu krusial, terutama ambang batas pencalonan presiden.

(baca: RUU Pemilu Masih Buntu, Pemerintah Tetap Buka Opsi Pakai UU Lama)

PDI-P, Golkar, Hanura, dan Nasdem secara tegas menyatakan pilihannya pada paket A, yakni dengan ambang batas perlemen 4 persen, ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi atau 25 persen suara, sistem pemilu terbuka, sebaran kursi perdaerah pemilihan 3-10, dan metode konversi suara sainte lague murni.

Sementara itu, PPP tidak secara langsung menyebut paket A yang akan dipilih di Rapat Paripurna.

Namun dari pemaparannya, mereka mengarah pada opsi A.

PPP memilih ambang batas parlemen 4 persen, ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi atau 25 persen suara, sebaran kursi perdaerah pemilihan 3-10, dan metode konversi suara sainte lague murni.

Sedangkan PKB memilih ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi atau 25 persen suara, sistem pemilu terbuka, sebaran kursi perdaerah pemilihan 3-8, dan metode konversi suara sainte lague murni.

Opsi tersebut tak ada dalam kelima paket yang disediakan.

PAN, selaku partai yang tengah disorot keberadaannya dalam koalisi pendukung pemerintah memilih paket B.

Paket tersebut, yakni ambang batas pencalonan presiden 0 persen, ambang batas parlemen 3,5 atau 4 persen, sistem pemilu terbuka, sebaran kursi perdaerah pemilihan 3-10, dan metode konversi suara kuota hare.

Sedangkan tiga partai oposisi, yakni PKS, Gerindra, dan Demokrat tidak memilih salah satu paket dan meminta diputuskan di Paripurna.

Dengan Demikian, telah ada enam partai koalisi pendukung pemerintah yang memiliki kesamaan pandangan dengan pemerintah terkait isu presidential threshold, yakni PDI-P, PKB, PPP, Golkar, Nasdem, dan Hanura.

Sedangkan PAN selaku partai koalisi pemerintah berbeda pendapat dengan pemerintah karena memilih 0 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com