JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla turut mengomentari pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang saat ini masih tertunda karena isu presidential threshold.
Menurut Kalla, hal itu ada kaitannya dengan penerapan Pancasila dalam keseharian, khususnya dalam berpolitik.
"Kalau Undang-Undang Pemilu ini macet, kita enggak jalankan sila keempat, jadi silanya yang penting," kata Kalla seusai memberi sambutan dalam acara Simposium Nasional MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Ia menambahkan, prinsip dalam setiap pembahasan RUU Pemilu ialah musyawarah mufakat untuk mencapai keputusan yang bulat. Namun, jika tidak berhasil, keputusan bisa pula dicapai melalui voting yang sudah diatur ketentuannya.
"Pokoknya suara terbanyak, lewat voting apa ya silakan. Tapi kita dahului dengan musyawarah dulu," tutur Kalla.
"Tentu pemerintah pada posisi sekarang karena itu sudah dua kali dipakai 2009 dan 2014 itu jalan. Namun sekarang ada dinamika di DPR dan putusan MK, maka dibicarakanlah," lanjut dia.
(Baca juga: KPU Harus Kerja Keras jika Pemilu Serentak Pakai UU Lama)
Sebelumnya, pemerintah bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Nasdem, dan Partai Golkar bersikeras dengan opsi presidential threshold sebesar 20 atau 25 persen.
Sikap pemerintah yang ngotot ini berlawanan dengan partai lainnya yang menginginkan presidential threshold dihapus atau hanya sebesar 10 hingga 15 persen.