JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap mengupayakan berbagai cara untuk menunjukkan celah kelemahan KPK.
Salah satunya dengan melibatkan koruptor.
Pansus menemui para koruptor di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Kamis (6/7/2017), untuk meminta keterangan soal penyidikan di KPK.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Susanto Ginting menganggap, sejak awal tidak jelas tujuan pembentukan pansus hak angket.
(baca: Wawancarai Koruptor, Pansus Dinilai Bermufakat Jahat terhadap KPK)
Ditambah dengan melibatkan terpidana kasus korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap untuk melawan KPK.
"Sulit menghindari kesan mencari-cari kesalahan KPK sehingga langkah-langkah yang dilakukan jauh dari ranah objektif," ujar Miko kepada Kompas.com, Jumat (7/7/2017).
Menurut Miko, menggali informasi dari terpidana kasus korupsi merupakan metodologi yang salah. Ia meyakini muncul subjektivitas dari terpidana yang sudah diputus bersalah.
"Dengan demikian, informasi yang diberikan tidak kredibel," kata Miko.
Miko menduga, sejak awal pansus telah menarik kesimpulan untuk mendeligitimasi KPK.
(baca: Lucunya Pansus Angket DPR, Temui Koruptor Musuhnya KPK...)
Agar pansus tidak dianggap mengada-ada dan terkesan mencari-cari kesalahan KPK, anggota Dewan yang terlibat diminta menghentikan aktivitas tersebut.
"Tetap meneruskan hak angket ini hanya akan menunjukkan sikap bahwa mereka bersebrangang dengan aras pemberantasan korupsi," kata Miko.
Sebelumnya, Ketua pansus hak angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, dari kacamata para napi kasus korupsi di Lapas Sukamiskin, mereka menilai KPK terindikasi melakukan pelanggaran.
"Mereka mengatakan ada sejumlah hal yang menyatakan bahwa terjadi kesewenang-wenangan, ancaman, intimidasi, pelanggaran-pelanggaran hak asasi, bahwa juga terjadi pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya privat, keluarga dan sebagainya," kata Agun.
Agun mengatakan, para napi tersebut siap dikonfrontasi soal indikasi pelanggaran KPK jika pansus mengundang mereka dalam penyelidikan hak angket.
Pansus Hak Angket KPK telah melakukan kegiatan dengar pendapat di Lapas Sukamiskin. Pansus bertemu dengan banyak napi kasus korupsi di dalam lapas tersebut.
Dari hasil pertemuan dengan para napi, pihaknya mendapat cukup banyak informasi termasuk berkas dalam bentuk buku, testimoni yang ditanda tangani napi yang bersangkutan, serta merekam keterangan para napi tersebut.
(baca: Pansus Angket KPK Harap Kunjungan Temui Koruptor Tak Dimaknai Negatif)
Ketua Pansus Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa sebelumnya meminta agar kunjungan Pansus menemui koruptor tidak dimaknai negatif.
"Itu yang saya mengatakan tolong sama-sama berusaha untuk sama-sama bisa saling menghargai, menghormati. Jangan sedikit ada kecurigaan sedikit pun," kata Agun, di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/7/2017) malam.
(Baca juga: Hasil Pertemuan Pansus Angket KPK dengan Napi Koruptor di Sukamiskin)
Agun mengklaim, iktikad dan niat Pansus itu baik, yaitu menegakkan sebuah kebenaran. Kebenarannya, lanjut Agun, akan diuji oleh rakyat melalui wakilnya di parlemen.
Proses mengujinya dijanjikan Agun akan terukur, transparan, akuntabel dan partisipatif. Agun menepis anggapan bahwa kegiatan Pansus menemui orang yang sudah menjadi terpidana menunjukan bahwa proses pengadilan di Indonesia tidak kompeten.
Pansus Angket KPK tetap berjalan meski dikritik berbagai pihak. Pansus ini muncul pascapenyidikan kasus korupsi e-KTP oleh KPK yang menyeret sejumlah anggota DPR.
(baca: Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP)
Para pakar yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menilai, pembentukan Pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI cacat hukum.
Total ada 23 anggota DPR di dalam Pansus Hak Angket KPK. Berikut nama-nama mereka:
1. Fraksi PDI-P: Masinton Pasaribu (Dapil DKI Jakarta II), Eddy Kusuma Wijaya (Dapil Banten III), Risa Mariska (Dapil Jawa Barat VI), Adian Yunus Yusak (Jawa Barat V), Arteria Dahlan (Jawa Timur VI), Junimart Girsang (Sumatera Utara III).
2. Fraksi Golkar: Bambang Soesatyo (Jawa Tengah VII), Adies Kadir (Jawa Timur I), Mukhammad Misbakhun (Jawa Timur II), John Kennedy Azis (Sumatera Barat II), Agun Gunanjar (Dapil Jawa Barat X).
3. Fraksi PPP: Arsul Sani (Jawa Tengah X), Anas Thahir (Jawa Timur III)
4. Fraksi NasDem: Taufiqulhadi (Dapil Jawa Timur IV), Ahmad HI M. Ali (Dapil Sulawesi Tengah)
5. Fraksi Hanura: Dossy Iskandar (Dapil Jawa Timur VIII)
6. PAN: Mulfachri Harahap (Dapil Sumatera Utara I), Muslim Ayub (Dapil Aceh I), Daeng Muhammad (Jawa Barat VII).
7. Gerindra: Moreno Suprapto (Dapil Jawa Timur V), Desmond Junaidi Mahesa (Dapil Banten II), Muhammad Syafii (Dapil Sumatera Utara I), Supratman Andi Agtas (Dapil Sulawesi Tengah).